Jakarta, CNN Indonesia -- Kasus penembakan di Bandara Fort Lauderdale, Florida pada minggu lalu kembali memunculkan perdebatan mengenai isu kepemilikan senjata api di Amerika Serikat (AS). Banyak orang yang berpendapat, kalau serangan serupa bakal ditiru dan dilakukan di tempat umum lainnya.
Sebelumnya, Badan Keamanan Transportasi AS (TSA) telah membuat peraturan terkait senjata api yang dibawa oleh penumpang dalam penerbangan.
Dalam aturan tersebut, TSA melarang penumpang untuk membawa senjata api berpeluru sejak datang ke bandara sampai turun dari pesawat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senjata dan peluru hanya boleh dibawa secara terpisah, dengan kotak khusus yang terkunci.
Penumpang juga wajib membawa surat keterangan kepemilikan senjata, dilarang memamerkan senjata api di depan publik, serta dilarang membawanya masuk ke dalam kabin pesawat.
Sayangnya, banyak penumpang yang melanggar aturan tersebut. Selama 2015, TSA mengamankan sebanyak 2.653 senjata api dari pelanggaran yang terjadi.
Di akhir Desember 2016, TSA juga mengamankan 53 senjata api milik penumpang yang melanggar, dengan 42 senjata api berpeluru.
Aturan TSA ini memang tak diterapkan di seluruh kawasan AS. Di beberapa kawasan, senjata api berpeluru bahkan boleh dimasukkan di dalam kantong celana.
Selain ketegasan aturan senjata api di bandara, sejumlah politisi juga meminta agar pemerintah AS membuat kawasan bebas senjata api, seperti di bandara dan rumah sakit.
Tentu saja ada yang menolak rencana itu, salah satunya ialah politisi dari Partai Republik, Greg Steube.
“Kawasan bebas senjata api tak membuat penjahat berhenti melanggar aturan dan berhenti membunuh korbannya,” kata Steube.
“Rencana itu hanya akan menyulitkan orang yang membawa senjata api yang bertujuan untuk melindungi dirinya atau orang lain,” lanjutnya.
(ard)