Jakarta, CNN Indonesia -- Perayaan Valentine’s Day, tinggal hitungan hari. Tanggal 14 Februari, yang lekat dengan kasih sayang dan cinta itu, umumnya dirayakan dengan bunga, cokelat, kado dan makan malam romantis. Namun di Jepang, sekelompok pria justru meminta Hari Kasih Sayang dibatalkan.
Mereka yang tergabung dalam komunitas ‘Kakuhido’ atau Kelompok Pria Revolusioner yang Tidak Disukai Perempuan, melakukan protes dengan mengacungkan spanduk bertuliskan, ‘Smash Valentine’s Day’. Menurut anggota Kakuhido, jika perayaan Hari Kasih Sayang terus dilanjutkan, itu akan mematahkan hati dan menyakiti mereka.
Protes tersebut dilakukan di kawasan Shibuya yang ramai pengunjung. Selain itu, mereka juga membawa poster bertuliskan ‘berciuman di depan umum adalah tindakan terorisme’.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Valentine adalah kapitalisme cinta dan kami berniat menghancurkannya,” kata Kepala Humas Kakuhido Takayuki Akimoto, kepada
AFP.
“Pria seperti kami, tidak mencari cinta yang komersial yang diagung-agungkan masyarakat,” kata Akimoto. “Valentine adalah penistaan bagi pria yang dianggap tidak menarik dan payah. Itu membuat kami merasa buruk. Tidak bisa dimaafkan.”
Sebelumnya, kelompok tersebut juga pernah melakukan protes terhadap ibu rumah tangga, yang dianggap ‘mengontrol’ masa depan Jepang, karena para suami bekerja seharian di kantor.
Di sisi lain, Valentine di Jepang adalah momen pencetak uang bagi pengusaha, terutama pebisnis bunga, coklat dan perhiasan. Pasalnya, memberikan cokelat merupakan tradisi di Negeri Sakura, di Hari Kasih Sayang.
Jika wanita menerima cokelat di Hari Valentine, maka mereka harus membalasnya dengan mengirimkan cokelat di White Day, sebulan kemudian. Tradisi tersebut sudah berlangsung sejak 1980 hingga kini.
“Tradisi memberi cokelat ini sudah berubah jadi kompetisi,” kata Akimoto.
“Seseorang dinilai tingkat kesuksesan di Hari Valentine lewat banyaknya cokelat yang mereka terima. Itu menggelikan.”
Kakuhido didirikan pada 2006 oleh Katsuhiro Furusawa, yang berniat mendirikan komunitas khusus pria, usai ditolak oleh kekasihnya. Dalam komunitas tersebut, mereka menganalisis bahwa yang membuat mereka kurang populer di mata perempuan adalah kemampuan finansial dan status. Itulah yang membuat mereka membenci Valentine yang dianggap mendukung kapitalisme.
“Kami mengajak masyarakat untuk tidak merayakan Valentine atau Halloween, yang hanya membuang-buang uang,” ujar Akimoto.
(les)