Jakarta, CNN Indonesia -- Sikap abai dan menganggap sepele batuk pilek ternyata dapat berujung pada gangguan pendengaran, atau infeksi telinga.
Jika seseorang mengalami batuk dan pilek selama berhari-hari mestinya langsung dibawa ke rumah sakit dan berkonsultasi dengan dokter. Karena, jika didiamkan, akan muncul permasalahan serius terhadap pendengaran.
"Penyebab infeksi telinga lebih banyak disebabkan oleh sikap yang menyepelekan batuk dan pilek, dan itu kerap terjadi," ungkap Dokter Soekirman Soekin, spesialis telinga, hidung, tenggorokan (THT)di RS Khusus THT-Bedah KL Proklamasi, Tangerang Selatan, pada Jumat (17/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih jauh Soekirman mengatakan hampir semua anak usia dua sampai tiga tahun pernah mengalami infeksi telinga tengah. Meski demikian, infeksi tersebut bisa sembuh sendiri layaknya sedang mengalami radang.
Jika seorang anak, kata dia, mengalami batuk dan pilek selama berhari-hari harus langsung dibawa ke rumah sakit. Jika hanya didiamkan saja, saat anak berusia tiga sampai empat tahun dan mengalami demam akan keluar cairan dari dalam telinga dan cairan itu hilang saat batuk dan pilek sembuh.
Namun, di usia 15 hingga 20 tahun, permasalahan serius akan muncul yakni, daya dengar seseorang akan mulai berkurang.
“Cara mencegahnya jangan menyepelekan batuk dan pilek. Hal yang disepelekan itulah justru yang dapat menjadi penyebabnya,” tutur dia.
Sejauh ini, masih banyak masyarakat yang belum memberikan perhatian khusus pada telinga. Selain karena sakit batuk-pilek, infeksi telinga juga dapat terjadi akibat benturan dan suara yang keras menghantam telinga.
Menurut Soekirman, suara bising menjadi salah satu penyebab infeksi telinga yang berakibat pada ketulian.
“Bising dalam kehidupan itu bahaya dan standar (telinga menerima suara) sudah ada dan ditentukan,” ujarnya.
Dari data yang diperoleh, sejumlah profesi yang beresiko infeksi telinga adalah pekerja industri, tentara dan anak-anak yang memainkan petasan.
Batasan bising Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah menetapkan ketentuan masyarakat dalam menerima suara ke dalam telinga. Hal itu diatur dalam Peraturan Kemenakertrans Nomor 13/Men/X/2011 tahun 2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja.
Selama delapan jam, seseorang dapat menerima ambang batas suara sebesar 85 desibel (dBA). Hal itu setara dengan mendengarkan orang sedang mengobrol dengan suara yang normal. Semakin tinggi desibel suara, maka waktu untuk mendengarkannya diwajibkan berkurang.
Selama empat jam, seseorang hanya dapat mendengar suara 88 dBA. Dalam dua jam, telinga hanya bisa menerima suara 91 dBA atau setara dengan menonton konser musik. Sedangkan dalam waktu satu jam, suara yang dapat diterima adalah 94 dBA.
Sedangkan, telinga tidak boleh sama sekali mendengar suara dalam 140 dBA atau setara dengan suara meriam atau bom. Jika menerima suara tersebut maka gendang telinga berisiko pecah.
Penggunaan
headset pun, Soekirman mengatakan, tidak boleh didengar terus menerus dalam waktu berjam-jam dengan volume keras, karena dapat menyebabkan ketulian.
“Yang orang juga tidak sadar adalah penggunaan
headset yang terus-menerus karena suara bising yang masuk dalam telinga juga berpengaruh,” ujarnya.
(rah)