Jakarta, CNN Indonesia --
Hari Pendengaran Dunia yang jatuh pada 3 Maret lalu membuat seluruh ahli kesehatan fokus pada persoalan pendengaran selama Maret ini. Indonesia sendiri memiliki motto "Indonesia Mendengar, Masa Depan Gemilang".
Berdasarkan Survei Nasional tahun 1994-1996, masyarakat Indonesia sudah cukup banyak mengalami gangguan pendengaran yakni, 18,5 persen atau 40,5 juta jiwa.
Prevalensi gangguan pendengaran mencapai 16,8 persen atau setara dengan 35,28 juta jiwa. Sedangkan ketulian mencapai 0,4 persen atau 840 ribu jiwa. Setiap tahunnya lebih dari 5 ribu bayi lahir dengan menderita tuli.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Spesialis Telinga, Hidung dan Tenggorokan (THT) Soekirman Soekin, mengatakan terdapat tiga jenis ketulian yaitu, tuli konduksi atau hantar, tuli sensori-neural atau saraf dan tuli campur.
Seseorang mengalami tuli konduksi ketika getaran suara tidak sampai ke telinga bagian dalam. Umumnya, suara yang masuk terdengar lemah, teredam atau terdistorsi.
Sedangkan tuli saraf terjadi saat saraf pendengaran dari liang telinga tidak mampu membawa informasi suara ke otak. Dan tuli campuran merupakan gabungan dari keduanya.
Soekirman mengatakan, untuk seseorang yang mengalami tuli ringan maka kemampuan mendengarnya akan berkurang sebesar 26-40 desibel (dB).
"Untuk tuli sedang kemampuan dengarnya akan berkurang sebesar 41-60 dB, tuli berat sebesar 61-80 dB dan tuli sangat berat kemampuan dengarnya akan berkurang sebesar 81 dB sampai lebih," ujarnya saat diskusi soal pendengaran di Percetakan Negara, Jakarta Pusat, Senin (20/3).
Dari hasil penelitiannya, Soekirman mengatakan, terdapat lima hal yang menjadi penyebab ketulian. Penyebab pertama adalah radang telinga tengah menahun yang menyerang sebanyak 7,5 juta jiwa di Indonesia. Selain itu, ketulian akibat bising juga dialami oleh 20-30 persen pekerja pabrik.
Ketulian juga dapat dialami sejak lahir. Di Indonesia, satu dari 5200 bayi lahir akan mengalami tuli.
"Sebanyak 20 sampai 30 persen tuli juga disebabkan karena usia tua 65 sampai 74 tahun dan 40 persen di usia 75 tahun ke atas," tuturnya.
"Kotoran telinga (serumen) juga dapat menjadi penyebab ketulian. Sebanyak 20 sampai 30 persen terjadi pada anak," ujarnya.
Selain hal-hal di atas, ketulian juga dapat disebabkan dari penggunaan obat ototoksik, tuli mendadak, trauma akibat radiasi dan kecelakaan lalu lintas dan tumor.
(sys)