Jakarta, CNN Indonesia -- Beberapa waktu lalu, beredar video anak-anak yang melakukan pawai jelang bulan Ramadhan. Saat pawai, terdengar anak-anak menyanyikan lagu dengan kata-kata yang mengandung kekerasan. "Bunuh, bunuh, bunuh si Ahok, bunuh si Ahok sekarang juga," dinyanyikan dengan keras. Dalam video, mereka tampak mengenakan pakaian serba putih dan membawa bendera.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Seto Mulyadi menilai hal ini merupakan kesalahan fatal yang dilakukan kelompok tertentu dengan memanfaatkan anak-anak.
"Kekerasan terhadap anak ya seperti tadi mengajarkan kebencian, mungkin lagunya lagu anak-anak, tapi sudah diubah dengan kata-kata yang menebarkan kebencian sampai harus membunuh dan lainnya," kata pria yang akrab disapa Kak Seto ini saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (26/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan, mengajarkan kekerasan dan kebencian pada anak-anak bisa melahirkan berbagai tindak kekerasan seperti terorisme.
Untuk mengantisipasi terjadinya hal tersebut, tak dimungkiri bahwa pendidikan menjadi solusi utama. Namun yang harus disadari, pendidikan utama anak-anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tapi lingkungan juga punya peran penting.
Pemerintah perlu memberdayakan masyarakat, mulai dari tingkat RT dan RW. Menurutnya, perlu dibentuk satgas perlindungan anak atau satgas sahabat anak. Sehingga, masyarakat turut terlibat dan tidak melakukan pembiaran terhadap penyimpangan sekecil apapun.
"Mengutip kata-kata istri mantan Presiden AS Barack Obama (Michelle Obama), ia berkata melindungi anak dan mendidik anak perlu orang sekampung," kata Kak Seto.
Di Jakarta, tambahnya, kuncinya dimulai dari RT dan RW. Dari singkatannya saja, Rukun Tetangga dan Rukun Warga, seharusnya mencerminkan kerukunan dan "guyup-nya" masyarakat.
Dalam lingkungan keluarga sendiri, perlu adanya usaha untuk menciptakan suasana akrab dengan adanya pertemuan antarkeluarga untuk membahas permasalahan anak dan remaja. Obrolan santai seputar berbagai hal yang terjadi di masyarakat pun sangat dibutuhkan.
"Usaha-usaha ini diharapkan mempu mendorong terciptanya suasana akrab dan nyaman di dalam rumah, khususnya keluarga."
Adanya kenyamanan dan keakraban dalam keluarga sendiri diyakini akan membantu membentengi anak-anak dari pengaruh buruk dan 'ajaran'ajaran' yang tak benar dari lingkungan sekitar.
Sekolah Masih Sering Melakukan 'Kekerasan' terhadap AnakTak hanya dalam keluarga dan lingkungan masyarakat, anak juga dihadapkan dengan lingkungan sekolah. Rupanya, kadang tanpa sadar para guru yang masih mengandalkan kekerasan dalam mendidik anak sehingga terbentuklah budaya kekerasan.
Kak Seto berkata, bentuk paling sederhana dari tindakan kekerasan di sekolah adalah diskriminasi. Guru selalu mengedepankan bahwa anak akan diakui jika punya potensi akademik. Padahal, tiap anak tentu punya potensi yang beragam, tak hanya dalam bidang akademik, bisa saja anak pintar dalam menari, bermain musik atau teater.
"Padahal nanti kalau besar, bisa jadi Rudi Habibie tapi bisa jadi Rudi Hartono, Rudi Salam, Rudi Khoirudin, Rudi Hadisuwarno, dan lainnya. Jadi sukses itu bukan hanya jadi dokter, insinyur atau doktor atau profesor, tapi sukses yang main musik, pinter masak, pinter nari, pintar teater, itu juga bisa sukses," ujarnya.
Ketika anak tidak dihargai di sekolah, lanjutnya, ia akan mencari penghargaan di luar. Seto mencontohkan, bagi yang bisa 'membacok' orang, ia dapat disebut jagoan dan berhak bergabung dalam geng motor. Seseorang dapat pengakuan dan janji masuk surga saat mau melakukan bom bunuh diri.
"Para pendidik berlomba dengan mereka mereka yang di luar yang membelokkan dinamika para remaja ini atau anak- anak ini yang hebat ini akhirnya mengarah ke hal-hal yang negatif," katanya.
Saat anak merasa gagal di sekolah, hendaknya orang tua menjadi sahabat bagi anak di rumah. Baiknya, orang tua menyediakan waktu untuk berkumpul bersama keluarga.
Misal dengan gerakan 18-21. Kak Seto menjelaskan, dalam gerakan ini waktu mulai pukul 18.00-21.00 khusus untuk waktu keluarga. Kegiatan bisa diisi dengan makan bersama, bagi yang beragama Islam bisa dengan salat maghrib atau salat isya bersama, atau menemani anak mengerjakan PR.
"Jadi dengan begitu, anak merasa ada sesuatu yang indah ada yang penuh persahabatan. Jangan sampai rumah seperti kos, pulang makan, pergi lagi atau masuk kamar," tambahnya.
Seto memberikan contoh kasus bom di Kampung Melayu kemarin. Ibu dari pelaku bom bunuh diri ini mengaku tidak menduga sang anak melakukan hal tersebut. Dia melihat bahwa di dalam keluarga tidak ada komunikasi yang baik di dalam keluarga.
(chs)