Jakarta, CNN Indonesia -- Meninggalnya Otto Warmbier, mahasiswa Amerika Serikat (AS) yang dipulangkan ke keluarganya dalam keadaan koma oleh militer Korea Utara (Korut) pada Senin (21/6) kemarin, diyakini bakal membuat banyak wisatawan AS membatalkan rencana liburannya ke negara tersebut.
Warmbier sebelumnya ditangkap militer Korut karena berusaha mencuri alat propaganda pemerintah saat menginap di hotel Yanggakdo Internasional, akhir 2015 lalu.
Ia divonis 15 tahun kerja paksa oleh Mahkamah Agung Korut. Setelah 1,5 tahun menjalani tahanan, ia dikembalikan ke keluarganya karena kondisi kesehatannya memburuk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sepekan setelah dirawat intensif di AS, mahasiswa berusia 22 tahun tersebut meninggal dunia.
Fred Warmbier, orang tua Otto menyebut anaknya merupakan korban janji promosi yang dibuat perusahaan perjalanan wisata Young Pioneer Tours yang berbasis di China.
"Korut berupaya memikat wisatawan AS untuk pergi ke negaranya melalui agen wisata yang menyatakan negaranya aman dikunjungi," kata Fred Warmbier, dikutip dari
Vox, Rabu (21/6).
 Fred Warmbier, orang tua Otto menyebut perusahaan perjalanan wisata tidak menyebutkan risiko yang dihadapi calon pelancong yang berniat liburan ke Korut. (AFP Photo/Bill Pugliano) |
Menurutnya, banyak perusahaan perjalanan wisata yang tidak menginformasikan risiko-risiko yang bakal dihadapi calon pengguna jasanya jika berlibur ke Korut.
Laman perusahaan-perusahaan itu menurut Fred Warmbier hanya 'menjual' sisi yang menarik dari Korut, negara komunis yang diasingkan oleh negara-negara Barat karena program senjata nuklirnya.
Meninggalnya Otto Warmbier membuat desakan bagi Pemerintah AS untuk melarang warganya berlibur ke Korut semakin kuat.
"Ayah Otto benar, propagranda perusahaan perjalanan wisata membuat terlalu banyak warga AS terbang ke Korut. Pemerintah harus melarangnya," kata Ketua Komite Urusan Luar Negeri AS Ed Royce.
Sebelumnya Sekretaris Negara AS Rex Tillerson juga pernah mengungkapkan wacana tersebut.
"Bersama DPR, kami sedang mengevaluasi apakah perlu membuat pembatasan visa perjalanan ke Korut. Kami belum sampai pada kesimpulan akhir," jelasnya.