'Sarung is My New Denim', Aksi Desainer Populerkan Sarung

Rahman Indra | CNN Indonesia
Senin, 26 Jun 2017 17:43 WIB
Sejumlah desainer berupaya mempopulerkan kain sarung dengan menjadikannya pakaian bergaya kaum urban, dan bisa menjadi pakaian yang trendi.
Sejumlah desainer berupaya mempopulerkan kain sarung dengan menjadikannya pakaian bergaya kaum urban, dan bisa menjadi pakaian yang trendi. (Foto: Dok. Indonesian Weekend/Angelus Agustinus)
Jakarta, CNN Indonesia -- Beranjak dari pandangan bahwa Indonesia punya beragam jenis kain, dan sarung salah satu di antaranya, sejumlah desainer mengusung sebuah gerakan yang ingin mempopulerkan sarung. 

Gerakan yang diberi nama 'Sarung is My New Denim' itu mengajak publik untuk memperlakukan sarung seperti halnya celana jins atau denim yang bisa dikenakan sehari-hari baik untuk gaya kasual atau pun formal. 

Dina Midiani, desainer busana yang tergabung dalam asosiasi Indonesian Fashion Chamber, dan juga pencetus gerakan tersebut mengatakan, Sarung is My New Denim telah diusung sejak lima tahun lalu. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita pernah bikin gerakan untuk sarung, dengan motivasi bahwa setiap daerah penghasil kain, macam-macam, ada batik, tenun dan lainnya, sayang kalau kain-kain ini banyak tapi tidak dimanfaatkan maksimal," ungkapnya di Jakarta, pada Jumat (23/6).


Dina menuturkan cara memakai sarung sudah ada sejak dulu. Namun, dengan gerakan ini, ia menyodorkan konsep sarung gaya berpakaian urban, bukan tradisional. Dengan begitu, harapannya, imej sarung meningkat dan bisa masuk ke dalam berbagai penggunaan termasuk kaum urban. 

"Jika seseorang ke daerah lalu beli kain, tapi tidak dapat gambaran mau dibuat apa, atau dijahit dimana, sehingga kita beri sodoran gaya berpakaian sarung yang simple, dan cocok buat mereka," ujarnya menambahkan.

Tidak hanya itu, Dina menegaskan bahwa ada sisi lain yang menunjukkan sarung dulunya mengusung lambang perlawanan terhadap Barat. 

Merunut kembali ke masa silam, kata Dina, zaman awal sebelum kemerdekaan, ada gerakan pakai sarung di Indonesia untuk menyatakan kemandirian dari gaya berpakaian ala Barat. Setelah kemerdekaan, yang pakai sarung hanya santri, sementara nasionalis mempertahankan pakai peci saja, tak lagi sarung.

"Sarung kemudian hanya dipakai santri, maka kemudian identik dengan pakaian muslim," tuturnya.

 
Beranjak dari sejarah itu juga, kata Dina, kemudian timbul gagasan untuk kembali menggalakkan gerakan pakai sarung tersebut. Tidak hanya untuk salat atau pas saat Lebaran saja, tapi juga bisa menjadi pakaian yang digunakan untuk gaya masa kini.

"Inginnya bisa menjangkau kelompok urban, ke mal pakai sarung dan terlihat keren, bukan yang biasa saja," ujarnya.

Oleh karenanya, kemudian ada tagline 'Sarung is my new denim'. 'Yang berarti kalau semua orang bisa punya denim, nah kita ingin sarung juga bisa seperti itu."

Hanya saja diakui Dina, gerakan ini masih terkendala satu dan beberapa hal. Di antaranya dari segi praktisnya, ketika banyak yang mempertanyakan bagamana jika sarung menjadi celana, di mana bagian dompet, tempat menaruh ponsel, dan lainnya. Kendala ini yang masih dipikirkan bagaimana desain ke depan.

Dipopulerkan desainer

Selain mengenakan sarung di setiap pekan mode atau peragaan busana, gerakan mempopulerkan sarung juga ditangani serius oleh sejumlah desainer dalam membuat satu rancangan koleksi yang unik.

"Beberapa desainer sudah mulai coba merancang gaya baru sarung, tidak hanya di Jakarta tapi juga Bandung, Yogyakarta, Malang, dan lainnya," ujar Dina.

Di antara nama desainer yang concern dengan rancangan sarung itu, ada Deden Siswanto, Dwi Iskandar dan Philips.


Menurut Dina, Deden juga salah satu desainer yang bahkan dalam setiap perhelatan mengenakan sarung sebagai salah satu upayanya mempopulerkan kain tradisional itu.

Sejumlah respons positif terhadap sarung disebutnya sudah mulai mendapat tempat. Presiden Jokowi pernah suatu kali mengenakan sarung. Bintang iklan juga ada yang memakainya. 

"Sebenarnya, sarung bisa jadi lambang persatuan, apalagi pak Jokowi sudah pakai sarung sambut tamu negara," ujarnya.

Selain itu, beberapa waktu lalu Apindo juga pernah menerbitkan buku yang diberi judul "Sarung Gaya, Gaya Sarung." Disebutkan bakal ada lanjutan dari buku tersebut mengupas lebih jauh lagi soal sarung.

"Upaya ini masih tetap dijalani tapi masih skala kecil, harapannya bisa lebih besar dan mendapat perhatian lebih banyak oleh masyarakat luas," ujarnya. (rah)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER