Jakarta, CNN Indonesia -- Tak bisa dipungkiri, kadang setiap kali ingin mencicipi makanan, seseorang akan mencium aromanya terlebih dahulu. Tujuannya ingin meresapi wangi makanan yang menerbitkan nafsu makan.
Namun, baru-baru ini, Universitas California, Berkeley AS melakukan sebuah eksperimen yang mencari tahu kaitan antara mencium aroma makanan dan pengaruhnya pada tubuh.
Dilansir dari situs resmi
Berkeley, eksperimen itu mengujinya pada tikus percobaan. Hasilnya, tikus gemuk yang kehilangan indera penciuman mereka juga kehilangan berat badan. Sementara, tikus kurus yang punya indera penciuman normal diberi makan dengan porsi sama dengan tikus gemuk. Anehnya, berat badan mereka naik dua kali lipat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, tikus dengan kemampuan indera penciuman yang ditingkatkan menjadi lebih gemuk dibanding dengan tikus yang punya indera penciuman normal.
Temuan ini menunjukkan bahwa aroma dari makanan yang dikonsumsi ternyata memiliki peran cukup besar. Meski masih mengetahui lebih jauh apa yang sebenarnya terjadi pada tikus dan kaitannya pada manusia, studi ini menunjukkan bahwa jelas ada keterkaitan antara sistem indera penciuman, sensor otak dan metabolisme.
"Makalah ini adalah satu dari studi pertama yang sungguh menunjukkan jika kita memanipulasi masukan pada sistem indera penciuman, kita dapat mengubah bagaimana otak memahami dan mengatur keseimbangan energi," ujar Celine Riera, salah seorang yang terlibat dalam studi, seperti dikutip dari News Berkeley, Kamis (6/7).
Studi yang dipublikasikan minggu ini pada jurnal
Cell Metabolism tersebut menunjukkan hilangnya kemampuan penciuman memegang peranan dalam kenaikan berat badan. Intervensi yang dilakukan pada hilangnya kemampuan ini ternyata memberi dampak cukup berarti.
"Sistem sensor memainkan peranan dalam metabolisme. Kenaikan berat badan tak sepenuhnya diukur dari asupan kalori; itu juga berhubungan dengan bagaimana kalori diterima," kata penulis senior Andrew Dilin.
"Jika kita bisa memvalidasikan hal ini pada manusia, mungkin sebenarnya kita bisa membuat obat yang tidak mengganggu penciuman tapi masih menutup sirkuit metabolisme. Ini akan menakjubkan," ujarnya.
Peneliti UC Berkeley bekerjasama dengan kolega dari Jerman yang memiliki tikus dengan kemampuan penciuman tajam. Mereka menemukan tikus-tikus ini mengalami kenaikan berat badan dalam asupan makanan standar daripada tikus normal.
"Orang dengan gangguan makan kadang punya masa sulit mengontrol seberapa banyak makanan yang mereka konsumsi. Kami pikir saraf sistem penciuman sangat penting untuk mengontrol kenikmatan makanan, dan jika kami punya cara untuk memodulasi jalan ini, kami mungkin dapat menutup nafsu makan orang-orang ini dan membantu mereka mengatur asupan makan mereka," kata Riera.
(rah)