Bullying di Thamrin City, 'Penonton' Juga jadi Pelaku

Rahman Indra | CNN Indonesia
Selasa, 18 Jul 2017 20:56 WIB
Psikolog Andri menilai bullying tidak hanya dilakukan oleh pem-bully, tapi juga oleh orang sekitar yang menonton, tak melerai, dan bahkan merekamnya.
Psikolog Andri menilai bullying tidak hanya dilakukan oleh pem-bully, tapi orang sekitar yang menonton, tak melerai, bahkan merekamnya juga termasuk pelaku. (Foto: Thinkstock/Mrohana)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemahaman aksi bullying atau perundungan di kalangan masyarakat dinilai masih terbatas. Ada yang beranggapan bullying hanya identik dengan kekerasan, dan yang melakukannya hanya pelaku bullying, padahal yang menonton dan tak melerai, bahkan turut serta dalam merekam aksi bullying pun termasuk jenis bullying. 

Ungkapan itu disampaikan Andri, Psikiater Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera, saat dihubungi di Jakarta, pada Selasa (18/7). 

"Ada banyak jenis bullying, tidak hanya fisik, dan verbal tapi juga cyber. Bahkan orang-orang sekitar di mana aksi bullying terjadi pun, sebenarnya juga termasuk bullying," ujarnya. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Menanggapi kasus bullying yang terjadi di Thamrin City, Andri menilai orang-orang yang ada di sekitar aksi, yang tidak melakukan apa-apa seolah merestui kekerasan yang sedang terjadi di depan mata. 

"Mereka mendiamkan, atau bahkan merekam dan menyebarkannya, berarti kan ingin obyek bullying juga ditonton orang lain," ujarnya menambahkan.

Andri menilai, semestinya orang di sekitar bisa melerai dan bukannya ikut andil dalam aksi bullying. Tidak hanya yang terjadi di Thamrin City, Andri juga menilai persoalan yang serupa juga terjadi di aksi perundungan terhadap mahasiswa berkebutuhan khusus di Universitas Gunadarma, Depok. 

Seperti domino effect 

Kasus bullying atau perundungan, kata Andri seperti efek domino yang berkait dan berentetan.

"Contoh, waktu anak Gunadarma itu dibully sama teman sendiri, kemudian tanpa sadar, publik memberi komentar-komentar 'kasar' pada pembully, dan itu juga sudah melakukan bully terhadap si pelaku," ujarnya.

Lingkaran ini, kata Andri tidak akan berhenti kalau setiap orang ikut ambil bagian. Yang membagi rekaman video bullying itupun juga sama. 

"Bagaimanapun, ini berhubungan dengan persoalan empati, ikut merasakan apa yang orang lain rasakan," tegasnya.


Akar persoalan

lebih jauh soal bullying, Andri mengatakan kekerasan terjadi karena ada pihak yang merasa dirinya lebih otoriter dari orang lain. Pelaku bully mencari obyek yang dianggapnya lemah, baik secara fisik maupun mental.

Oleh karenanya, kata dia, dulu kerap terjadi banyak yang meledek orang cacat dan lemah. Mereka mencari yang lebih 'rendah' dan punya kelemahan dari dirinya. Untuk mencegah itu terjadi, ia berpendapat ada beberapa cara yang bisa dilakukan.

"Ada beberapa cara, di antaranya, orang yang dibully harus berontak dan melawan, atau memberi perlawanan, agar peristiwa itu tak terulang lagi." 

Hal ini menjadi penting, kata Andri. Karena, kalau sekolah atau pihak otoritas menegaskan pada si pelaku, jangan melakukan kekerasan. Namun, tetap saja pelaku melakukan bully terhadap orang yang diincarnya.


"Kalau anak-anak dibekali sedikit banyak pemahaman tentang bullying, ilmu beladiri, dan rasa percaya diri, maka mungkin itu bisa lebih baik," ujarnya.

Di samping itu, setiap anak mesti ditumbuhkan rasa empati. Karena, menurut Andri, pelaku bullying secara psikologi, pada dasarnya kurang berempati pada orang lain."Kalau empati cukup maka ia akan berpikir terlebih dahulu sekiranya itu terjadi pada dirinya."

Adapun langkah menumbuhkan empati, kata Andri, diantaranya dengan menjalin kebersamaan. Ada beberapa usaha yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah, di antaranya membuat sejumlah permainan yang menumbuhkan empati siswa satu sama lain, seperti permainan team building, agenda makan bersama dan membuat aturan yang meredam perbedaan yang mencolok.

"Baju seragam misalnya, itu kan berguna supaya siswa tidak membeda-bedakan, dan bila perlu ada aturan tidak boleh bawa gadget ke sekolah karena itu bisa jadi potensi buat terjadinya aksi 'bullying," ujarnya. (rah)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER