Jakarta, CNN Indonesia -- Kesuksesan batik untuk bisa melanglang buana dan dikenal dunia, menginspirasi lurik untuk bisa dikenal. Padahal lurik tak kalah cantik dengan batik.
Beranjak dari hal tersebut desainer Indonesia Edward Hutabarat pun terinspirasi untuk mengolah lurik.
Secara harafiah dan tradisi, lurik merupakan helaian kain dengan motif bergaris kecil. Kain ini merupakan bahan dasar pembuatan surjan, pakaian khas pria di Jawa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, di tangan Edo-panggilan Edward Hutabarat, lurik tak lagi jadi sekadar bahan biasa untuk pakaian pria. Lewat lini busana Part One-Edward Hutabarat, Edo kerap menggunakan lurik sebagai signature koleksi pada batik rancangannya.
Tangan renta pada pengrajin lurik pun bertemu dengan tangan dingin Edo. Kombinasi keduanya sukses menciptakan harmoni fesyen tradisional yang kekinian.
Edo sukses menyulap kain yang kerap dianggap kuno oleh anak muda ini menjadi aneka busana kekinian dan elegan.
Nuansa santai dan gaya resort terlihat mendominasi koleksi Edo. Busana dengan potongan maxi dress, jumpsuit longgar backless, gaun strapless mullet, dress longgar dengan aksen lipatan menjadi primadona koleksi.
Dia juga menghadirkan celana pendek yang dipadukan dengan outerwear longgar yang dipadukan dengan topi lebar dan tas lurik yang cantik. Aksen ikatan pita panjang membuat gaya busananya jadi lebih manis dan feminin.
Gaya busananya terlihat santai dan berpotongan sederhana. Hanya saja, meskipun potongan busananya sederhana, Edo tak meninggalkan sentuhan ketelitian dan kreativitas dalam tiap potong busananya.
Tak dimungkiri, kain motif garis memang membutuhkan sebuah ketelitian tersendiri untuk mengolahnya. Sebuah kesempurnaan tersendiri karena Edo dengan teliti sangat detail memperhatikan alur garis satu sama lain yang terpisahkan dengan guntingan kain dan jahitan menjadi satu kesatuan pola yang utuh.
 Koleksi busana lurik karya Edward Hutabarat. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Perbatasan dan persilangan garis di motif kain dibuat membentuk pola berlian yang bertemu tepat di bagian tengah gaunnya.
Selain itu, kreativitas Edo juga terlihat dalam kelihaiannya memadukan motif. Motif lurik dengan aneka warna ini dipotong kecil dan disatukan kembali dengan pola acak dan tak saling terhubung. Edo bermain patchwork.
Cukup terkejut melihat kenyataan bahwa lurik ternyata juga tak melulu garis diagonal panjang, tapi juga garis tak teratur bak
patchwork. Dia pun dengan piawai menyematkan motif garis panjang sebagai penegas penggunaan bahan lurik.
Kreativitasnya patut diacungi jempol. Dia bisa memikirkan hal yang tak terpikir orang lainnya. Namun, sebuah pertanyaan pun terlontar, masihkah sekilas orang awam akan mengenali motif tersebut sebagai lurik?
Pameran foto lurikKecintaannya pada lurik dimulai sejak Mei 2002. Kala itu dia percaya oleh keluarga Sultan Hamengkubuwono X untuk mendesain kebaya upacara Tantingan, ritual penting dalam proses pernikahan putri keraton.
Dalam upacara tersebut, GKR Pembayun meminta izin pada ayahnya agar berkenan untuk menikahkannya di keesijan hari.
Saat persiapan upacara tersebut, Edo yang menginap di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat melihat para abdi dalem keraton menggunakan kain bergaris itu dengan penuh kebanggaan. Tak dimungkiri, kain lurik memang dianggap sebagai kain kaum elit.
Sejak saat itu dia pun mulai mengganti kain katun impor bergaris dengan lurik.
Sayang, perhatian Edo pada lurik ternyata tak diimbangi dengan adanya regenerasi yang berpengaruh pada produksi kainnya. Selama kunjungannya ke sentra kain lurik di Klaten dan Yogyakarta, hati Edo seolah teriris.
Tak jarang dia menangis karena melihat tangan-tangan renta yang masih bekerja 'melurik.' Bukan soal apa-apa, Edo mengaku khawatir akan nasib lurik ke depannya saat tangan-tangan renta tersebut sudah mulai menyerah.
 Peragaan busana Edward Hutabarat. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Lewat pameran bertajuk 'Tangan-Tangan Renta' di Plataran Ramayana, Hotel Kempinski Indonesia, Edo berharap bisa membangun kecintaan kawula muda terhadap kain lurik.
"Proses pembuatan kain umumnya melibatkan banyak pengrajin yang penuh cinta dan dedikasi. Itu sebabnya saya senang menyebut kain tradisi itu sebagai wastra peradaban, karena pada lembarannya terdapat banyak cerita," kata Edo dalam konferensi pers Tangan-Tangan Renta di Jakarta, Rabu (23/8).
"Ini bukti begitu beradabnya bangsa kita."
Dalam pameran ini, Edo mengolah lurik menjadi beragam benda. Tak cuma baju, tapi juga berbagai produk kerajinan rumah tangga sehari-hari, misalnya bantal duduk, selimut, dan lainnya.
Dalam pameran ini, Anda juga disuguhkan beragam foto yang banyak bercerita tentang kehidupan tangan-tangan renta para pengrajin lurik di Klaten dan Yogyakarta.
Dalam pameran ini Edo berkolaborasi dengan dua perusahaan lurik yaitu Lurik Sumber Sandang di Pedan, Klaten dan juga Kurnia Lurik di Bantul, Yogyakarta. Dia juga menggandeng pengrajin lurik di sentra lurik Cawas.
Pameran lurik ini berlangsung pada 23-28 Agustus 2017.
(rah)