Jakarta, CNN Indonesia -- Pemberian setifikasi halal saat ini tidak lagi sepenuhnya dimonopoli oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Peran tersebut akan dibagi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).
Mengenai hal tersebut, mayoritas dari masyarakat mendukung keputusan dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama.
"Setuju aja sih kalau emang ada lembaga lain selain MUI yang bisa ngeluarin sertifikasi halal," kata salah seorang masyarakat, Akurat Cipta Negara kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (14/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, selama tujuan dari pembagian kewenangan memiliki maksud baik tidak akan menjadi polemik. Apalagi, kedua belah pihak dapat bersinergi dan tidak saling menjatuhkan.
"Selama tujuannya baik, bukan untuk menjatuhkan, oke oke saja. Bisa jadi saling kontrol," ujarnya.
Sementara, Firly Nabila juga berpendapat demikian. Bahkan, dengan ditangani dua lembaga diharapkan pemberian cap halal terhadap produk di Tanah Air dapat lebih baik.
"Jadi konsen pemerintah juga kan, terus nggak sembarangan ngeluarin fatwa ini haram, ini halal gitu kali ya," ungkapnya.
Hal senada juga dikatakan Febby Novalius.
Dari pantauannya, MUI sempat membuat kesalahan dalam memberikan cap halal pada salah satu mie asal Korea. Yang mana dalam mie tersebut mengandung bahan tidak berstandar halal.
"Lebih bagus. Kalau ada lembaga lain yang pegang, kekuatan sertfiikasi halal jadi lebih baik," kata Febby.
Kementerian Agama sebelumnya telah meresmikan BPJPH pada Rabu (11/10). Dengan peresmian badan ini, proses penerbitan sertifikat halal ke depan tak lagi hanya di MUI, tetapi juga BPJPH dan LPH.
Anggota Komisi Fatwa MUI Aminuddin Yakub, menyatakan dukungan terhadap pelaksanaan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
Salah satu bentuk pelaksanaannya adalah pembentukan BPJPH oleh Kementerian Agama, selaku penerima mandat undang-undang tersebut.
“UU ini lahir atas inisiatif MUI. MUI mendukung sekali pelaksanaan UU ini,” tegas Aminuddin seperti dikutip situs resmi Kementerian Agama, Jumat (13/10).
Bagi Amin, keputusan pemerintah dalam pelaksanaan UU itu dianggap dapat membantu MUI melindungi umat muslim dari konsumsi produk makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik yang tidak halal.
“Sejak 1989, ketika MUI mulai melakukan sertifikasi halal atas produk-produk usaha, tujuannya adalah untuk melindungi umat dari konsumsi yang tidak halal,” tuturnya.
Jika sebelumnya sertifikasi halal bersifat sukarela di bawah pengelolaan MUI, maka kini pemerintah mengubah status halal menjadi kewajiban atau mandatori di bawah aturan UU pada 2019 mendatang.
(ard)