Bangkok yang Tetap Memikat di Tengah Macet dan Isu Domestik

Dinda Audriene | CNN Indonesia
Sabtu, 30 Des 2017 17:12 WIB
Isu politik internal Thailand dan kemacetan parah di Bangkok tak memudarkan semangat para wisatawan untuk berkunjung ke ibu kota Negara Gajah Putih itu.
Prosesi pemakaman Raja Thailand Bhumibol Adulyadej pada akhir Oktober lalu. (Reuters/Jorge Silva)
Jakarta, CNN Indonesia -- "Kalau mau pulang ke Bandara empat jam sebelumnya, jangan lupa," ujar petugas hotel di Bangkok, Thailand, beberapa waktu lalu.

Kalimat itu terus terngiang di otak saya, sebagai seseorang yang pertama kali mengunjungi Bangkok.

Kemacetan luar biasa di Bangkok memang langsung mengingatkan warga Jakarta yang berkunjung ke ibu kota Thailand tersebut terhadap kampung halamannya. Jalanan Bangkok, layaknya Jakarta, selalu super padat terutama di jam-jam sibuk berangkat dan pulang kerja.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski hampir serupa dengan Jakarta, tetapi warga Bangkok dan turis tertolong oleh transportasi publik yang disediakan oleh pemerintah, berupa Bangkok Mass Transit System (BTS) dan Mass Rapid Transit (MRT).

Sementara, di balik kemacetannya, Bangkok menawarkan pengalaman berbelanja murah meriah, menikmati hiburan malam di beberapa red light district dan pasar malam (night market), wisata candi, serta jajanan jalanan Bangkok.

Dengan transportasi publik itu, saya setidaknya masih bisa merasa nyaman untuk mengelilingi Bangkok tanpa harus menghabiskan waktu berjam-jam di jalanan.
Mungkin karena itu pula, Bangkok masih saja dijadikan banyak wisatawan mancanegara sebagai tempat tujuan berwisata atau berlibur.

Mengutip Reuters, jumlah turis ke Thailand sepanjang tahun 2016 tercatat 32,6 juta. Angka itu naik sekitar 9 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Peningkatan jumlah turis di Thailand ini memberikan pendapatan kepada Bangkok hingga 1,64 triliun baht, atau naik 13 persen dari tahun sebelumnya.

Bahkan, kenaikan ini terjadi ditengah adanya beberapa kasus bom di resor, virus Zika, dan masa berkabung atas meninggalnya Raja Thailand Bhumibol Adulyadej.

Bangkok yang Tetap Memikat di Tengah Macet dan Isu DomestikKuil menjadi salah satu daya tarik Bangkok. (Reuters/Athit Perawongmetha)
Dari sekian banyak turis, pemerintah setempat mengklaim, turis asal China menguasai wisatawan di Thailand dengan jumlah 8,87 juta orang.

Sementara itu, khusus Thailand sendiri, mengutip Forbes, Bangkok menempati peringkat pertama dengan jumlah wisatawan terbanyak, yakni 21,47 juta.

Posisinya melebihi London dengan total turis 19,88 juta, Paris 18,03 juta, Dubai 15,27 juta, New York sebanyak 12,75 juta, dan Singapore 12,11 juta.

Banyaknya turis dari mancanegara ini membuktikan Bangkok tetap jadi pilihan meski dihadang macet dan berbagai isu domestik.

Perdana menteri Thailand sempat beberapa kali berganti, hingga akhirnya kini dikuasai junta militer di bawah Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha.

Masyarakat Bangkok pun sangat ramah meski memang, tak banyak yang bisa berbahasa Inggris. Untuk itu, tak jarang bahasa isyarat digunakan dalam berkomunikasi.
Hal ini saya rasakan sendiri. Ketika berada di Platinum Fashion Mall, saya terpaksa melakukan tawar menawar dengan menggunakan kalkulator.

Bila penjual tidak sepakat, mereka akan mengangkat tangannya dan menggerakan ke kanan dan ke kiri seperti "dadah". Begitu juga dengan saya. Namun, apabila sepakat, maka kami akan mengangkat jempol.

Kendati demikian, bila hanya sekadar menyebutkan harga dari suatu barang atau makanan yang akan dibeli, warga Bangkok bisa menyebutkannya dengan fasih.

Bangkok yang Tetap Memikat di Tengah Macet dan Isu DomestikKemacetan Bangkok yang mengingatkan akan Jakarta. (CNN Indonesia/Dinda Audriene)
Selain dikenal dengan surga belanjanya, Bangkok juga terkenal akan kenikmatan makanannya. Di antaranya yang paling terkenal, yakni ketan mangga, nasi ayam dan panekuk ala Thailand, serta minumannya, Thai milk tea.

Semuanya bisa didapatkan dengan harga murah, yakni dibawah 100 baht. Jadi, bagaimana tidak turis terus berdatangan ke negeri Gajah Putih ini.

Bagi turis yang bosan dengan wisata belanja, makan, atau pun candi. Mereka juga bisa mencoba berkeliling ke salah satu kawasan "hiburan malam" yang disebut red light district-nya Bangkok, yakni Patpong.

Jujur, sebagai orang yang pertama kali berkunjung atau berkeliling ke kawasan sejenis Patpong, saya bisa katakan Patpong terbilang aman.

Meski sebelumnya, beberapa pihak menyebut kawasan tersebut ramai copet dan tidak aman, tetapi selama hanya berkeliling dan bersikap sesuai dengan aturan yang ada, maka turis tidak perlu khawatir.
Ketika menyusuri jalanan di Patpong, sebagian bar membuka pintunya sedikit, sepertinya memang agar pejalan kaki yang lewat bisa sedikit mengintip apa yang mereka sajikan di dalam. Namun, turis tidak bisa mengambil foto di wilayah ini.

Lima hari di Bangkok, beberapa kali saya menemukan orang Bangkok yang bisa berbahasa Indonesia, termasuk penjual. Hal ini karena terlalu banyak warga Indonesia yang berbelanja di tempat itu.

Bangkok yang Tetap Memikat di Tengah Macet dan Isu DomestikDeretan pasar malam yang bisa jadi pilihan wisawatan ketika berkunjung ke Bangkok. (CNN Indonesia/Dinda Audriene)
Misalnya saja, tempat jualan suvenir di Wat Arun. Penjual menawarkan barang dagangannya menggunakan bahasa Indonesia dan menerima bayaran dalam bentuk mata uang rupiah, "Ayo ayo dibeli, 120 ribu rupiah," teriak penjual itu.

Bahkan, petugas hotel tempat saya menginap pun bisa berbahasa Indonesia, meski tidak terlalu lancar.

"Kalau butuh apa-apa bisa ke saya, saya bisa berbahasa Indonesia sedikit-sedikit," kata dia.

Tak hanya itu, ketika saya mengunjungi Wat Pho, terdengar satu hingga dua pemandu lokal atau local guide Bangkok memimpin rombongan dari Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia.

Meski ramai dan punya stigma "menyeramkan" dalam berbagai film Hollywood, saya tetap terpikat atas Bangkok yang menawarkan budaya, makanan dan keramahtamahan yang mempesona. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER