Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI hingga saat ini baru berhasil mengidentifikasi dan mendokumentasikan 652 bahasa daerah dari 2.452 daerah pengamatan.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Dadang Suhendar mengakui sebenarnya masih terdapat banyak bahasa daerah yang belum berhasil diidentifikasi oleh Badan Bahasa.
Dadang menyebut bahasa daerah yang belum diidentifikasi itu banyak berkembang di daerah Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Papua, baru 380 bahasa kami temui tapi itu juga belum berhasil karena bisa jadi antara satu pulau dengan yang lain tidak saling memahami. Berbeda dengan di Jawa, meski berbeda tapi bisa saling memahami," kata Dadang dalam Gelar Wicara dan Festival Tunas Bahasa Ibu di Jakarta, pada Rabu (21/2), seperti dikutip dari Antara.
Dadang mengatakan dari 652 bahasa daerah yang sudah diidentifikasi dan dipetakan, baru 71 bahasa yang dihidupkan kembali atau direvitalisasi sejak 2011 hingga 2017.
Badan Bahasa juga sudah mengklasifikasikan beberapa status bahasa daerah. Sebanyak 19 bahasa masuk kategori aman, 16 bahasa stabil, dua bahasa mengalami kemunduran, 19 bahasa terancam punah, empat bahasa kritis, dan 11 bahasa telah punah.
Bahasa yang sudah punah itu berasal dari Maluku dan Papua. Dari Maluku terdapat bahasa Kajeli/Kayeli, Piru, Moksela, Palumata, Ternateno, Hukumina, Hoti, Serua dan Nila. Sedangkan dari Papua terdapat dua bahasa yaitu Tandia dan Mawes.
Sementara bahasa yang kritis adalah bahasa daerah Reta dari NTT, Saponi dari Papua dan Ibo serta Meher dari Maluku. Dadang menargetkan semua bahasa daerah berhasil diidentifikasi tahun depan.
"Target kami selesai identifikasi pada 2019," ujar Dadang.
(ptj/rah)