Jakarta, CNN Indonesia -- Di tengah banyaknya jenis suplemen dan vitamin yang beredar, obat tradisional seperti jamu dan herbal ternyata masih diminati masyarakat. Obat tradisional menjadi salah satu pilihan masyarakat modern untuk menjaga kondisi tubuh.
Berdasarkan data dari e-commerce produk kesehatan dan kecantikan Gogobli, pangsa pasar jamu dan obat herbal masih bersaing dengan obat bebas di pasaran. Pangsa pasar obat tradisional pada 2017 di Indonesia mencapai Rp15 miliar, sedangkan obat bebas sebesar Rp29,52 miliar.
Jumlah konsumsi jamu dan obat herbal itu diprediksi bakal terus meningkat, mengingat masyarakat saat ini mulai kembali beralih menggunakan produk yang alami.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk pasar herbal potensi gede, karena saya pikir orang akan lari ke herbal. Mereka balik ke herbal lagi, sudah enggak mau yang kimia-kimia," kata Chief Operating Office Gogobli, Joe Hansen di Jakarta, Selasa (17/4).
Joe juga melihat jamu dan obat herbal sudah tak lagi terlihat kuno. Menurut Joe, jamu dan obat herbal yang masuk ke Gogobli sudah bertransformasi mengikuti perkembangan obat bebas.
"Jamu ini juga berkembang. Bukan seperti zaman dulu yang diaduk-aduk, sekarang sudah banyak yang menyediakan jamu seduh ada yang tablet dan sudah siap disajikan," ucap Joe.
Joe mengungkapkan saat ini persentase penjualan jamu dan obat herbal di Gogobli mencapai sekitar 30-40 persen dari seluruh penjualan obat dan kosmetik. Jumlah produk jamu dan obat herbal di toko online itu juga berkisar 30-40 persen.
Gogobli merupakan penyedia obat dan kosmetik langsung dari pabrik dan menjualnya secara online ke toko obat ritel di Pulau Jawa. Toko daring ini menargetkan untuk ekspansi ke seluruh Indonesia dalam tahun ini.
Sementara itu, Joe menyebut produk jamu paling populer adalah keluaran Sidomuncul dan Borobudur. Beberapa merek keluaran industri rumah tangga juga diminati masyarakat. Menurut dia, selama ini produk jamu dan herbal terdengar kurang diminati lantaran sistem distribusi yang kurang baik dari produsen ke konsumen.
"Rupanya karena distribusi mereka kurang baik, belum sistematis produk yang lain. Makanya produk jamu cuma terkenal di area lokal saja," tutur Joe.
(rah)