Jakarta, CNN Indonesia -- Kain khas Suku Batak, Ulos, ternyata memiliki nilai yang sangat tinggi, karena memiliki peranan penting dalam kehidupan warga Suku Batak dan makna tersebut akan disampaikan dalam Pameran Ulos, Hangoluan & Tondi.
Pameran ini secara resmi dibuka Rabu (19/9), di Museum Tekstil Jakarta dan akan berlangsung mulai 20 September hingga 7 Oktober 2018. Dua menteri Kabinet Kerja hadir dalam pembukaan, yakni Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Pariwisata Arief Yahya. Hadir juga Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf.
Ulos yang dipamerkan rata-rata berusia 50 tahun ke atas, semuanya adalah koleksi pribadi Devi Pandjaitan boru Simatupang. Sedangkan pameran dikemas oleh Kerri Na Basaria bersama Tobatenun di bawah Yayasan DEL.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menteri Pariwisata Arief Yahya pun merasa kagum pada deretan Ulos yang dipamerkan. Apalagi, setelah ia mengetahui makna yang terkandung di dalamnya. Menteri asal Banyuwangi ini mengaku baru mengetahui Ulos yang mengiringi kehidupan masyarakat Batak dari lahir hingga meninggal.
"Ulos ini tradisi kehidupan masyarakat Batak. Bayi baru lahir, itu menggunakan kain Ulos, dari lahir hingga meninggal itu pakai kain Ulos. Dan saat dibaptis juga pakai kain Ulos. Jadi begitu banyak historis dan religiusnya kain Ulos," papar Arief.
Arief bahkan menyebutkan kain Ulos sebagai 'harta' yang tak ternilai. Ada tiga esensi yang menjadi indikasinya, pertama kain Ulos yang terus mengiringi kehidupan masyarakat Batak, kedua dengan Ulos satu generasi ke generasi berikutnya dapat saling mengenal.
"Dan yang ketiga, Ulos sebagai sumber pendapatan masyarakat. Karena kerajinan Ulos sangat tinggi nilainya. Seperti yang saya gunakan ini, sudah berusia 100 tahun, harganya Rp 10 juta lebih," sebut Arief.
Namun, bukan hanya Ulos yang mampu mencuri perhatian. Kemasan pamerannya pun bagus, yang juga bagian untuk mempromosikan Sumatera Utara, khususnya destinasi prioritas Danau Toba.
"Kegiatan ini merupakan salah satu upaya penyebaran pesona budaya Batak. Khususnya dalam dunia tenun kain Ulos kepada dunia," ujarnya.
Pameran Ulos Hangoluan dan Tondi mengusung konsep 'Stages of Life' atau tahapan masa dalam kehidupan, yakni Birth, Life, Marriage, Death, Paradise.
Total Ulos yang dipamerkan ada 50 helai, 25-30 dari jumlah itu adalah koleksi langka. Bahkan orang Batak sendiri belum tentu kenal dengan motifnya.
Dari pintu utama Museum Tekstil, pengunjung akan dimanjakan dengan instalasi pengenalan. Judulnya Introduction, Instalasi ini memperkenalkan kehidupan sehari-hari masyarakat Samosir.
Berikutnya adalah ruangan Birth, yang terinspirasi dari areal sebuah kehidupan, ruangan Birth memberikan esensi dari sebuah kehidupan baru.
"Salah satu kain yang unik dan sarat makna yang dipajang di ruangan ini dinamakan Ulos Lobu-Lobu. Ulos in diberikan kepada perempuan yang ingin hamil atau yang baru melahirkan," terang Kerri Na Basaria.
Setelah itu, ada ruangan Life, yang menggambarkan kondisi alam, penduduk, serta dinamika kehidupan setiap manusia. Kain Ulos yang dipamerkan di ruangan ini yang biasa digunakan dari masa kanak-kanak hingga usia senja.
Tahapan kehidupan berikutnya akan disuguhkan dalam ruangan Marriage, yang menggunakan warna yang berbeda dengan masyarakat modern pada umumnya.
"Masyarakat Batak memiliki nilai tersendiri tentang kecantikan pesta pernikahan. Kain Ulos memiliki nilai cantik yang sarat akan makna dan sakral dibandingkan pesta masyarakat pada umumnya," papar Kerri.
Fase berikutnya adalah ruangan Death, yang menggambarkan akhir kehidupan di dunia yang harus disyukuri dan diterima.
"Dan yang terakhir ini ruangan Paradise. Fase ini adalah fase menuju kehidupan abadi, setelah manusia menunaikan tugas hidupnya di dunia. Bagi masyarakat Batak, dunia akhir dipercaya dilalui semua orang pada akhir hayatnya," tutup Kerri.
Bagi yang penasaran seperti apa pameran dan bagaimana indahnya Kain Ulos, bisa datang ke Museum Tekstil mulai 20 September 2018, pameran ini dibuka untuk umum. Untuk melihat pameran ini tanpa dikenakan biaya tiket, hanya dipungut biaya retribusi museum sebesar Rp 5.000 saja.
(egp/stu)