Jakarta, CNN Indonesia -- Kusa tak henti-hentinya mengoceh. Menggebu-gebu ia mengoceh tentang pengalamannya memasuki masa transisi dari seorang wanita muda yang aktif menjadi seorang
ibu rumah tangga tulen. Di dalam cerita itu, tersirat sedikit emosi dan pilu.
Masa transisi itu jelas bukan perkara mudah bagi Angkusa Mayang--bukan nama sebenarnya. Naik turun emosi tak pelak pula dialami ibu dua anak ini.
"Enggak gampang, sih, untuk akhirnya menerima status sebagai ibu rumah tangga," kata Kusa saat bercerita pada
CNNIndonesia.com, Jumat (21/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rentang waktu sepanjang 2012 hingga 2015 jadi titik balik bagi hidup Kusa. Dalam fase itu, dia bahkan kerap mengalami stres. "Saya stres banget waktu itu," akunya. Beruntung stres yang dialami tak berlebih berkat senyum menggemaskan putra sulungnya, Maliq.
Melahirkan anak pertama di usia 21 tahun sedikit banyak membawa banyak perubahan bagi kehidupannya. Kusa, yang sebelumnya aktif di berbagai komunitas dan getol menjadi MC di sejumlah acara, mendadak harus terpaku berjibaku dengan urusan rumah tangga. Istilah kongko bersama teman pun pelan-pelan sirna.
Awalnya biasa saja. Tapi perlahan, sejak tahun 2012, satu persatu orang di lingkungan pertemanannya menjalani kehidupan anyarnya sebagai pekerja.
"Teman-teman dekat mulai pada kerja, ada juga yang
ngelanjutin S2," kata wanita 30 tahun ini. Diam-diam, ia mengagumi aktivitas anyar teman-temannya. Mendengarkan celoteh teman-temannya tentang pekerjaan dan mimpi-mimpi yang ingin dicapai bak tamasya akhir pekan bagi Kusa. "Mereka bertuntung, bisa tetap produktif."
Namun, di balik kekagumannya itu, tersimpan sedikit murung. Setiap kali berkesempatan berkumpul bersama teman, Kusa lebih banyak diam. Dalam hati ia berkata, "
it could be me".
Manusia terlahir dengan kodrat yang sama tak mengenal jenis kelamin. Begitu pula dengan Kusa, yang bermimpi tinggi untuk meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi dan menjadi seorang wartawan profesional.
"Saat itu saya suka
mikir, kok saya begini-begini
aja, punya pengetahuan yang sama kaya teman-teman tapi enggak berkembang," kata Kusa yang tamatan Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung itu.
Sedikit penyesalan pun muncul dalam benak Kusa. Tak patah arang, Kusa mencari cara agar tetap bisa aktif. Atas izin sang suami, Kusa mulai mencari pekerjaan. Dengan syarat, pekerjaan yang dilakoni Kusa tak boleh lebih berat dari sang suami. Syarat itu muncul agar Kusa tetap memprioritaskan keluarganya.
Tapi apa lacur, setiap kesempatan itu datang, Kusa selalu saja berhalangan. "Entah kenapa kayanya saya emang harus jadi ibu rumah tangga
aja," kata dia.
Kusa juga sempat mencoba mencari pekerjaan-pekerjaan lepas, seperti menjadi MC di sebuah acara. Tapi, jarak yang terbilang jauh dari Cibubur, Jakarta ke Bandung tak memungkinkan Kusa untuk melakoninya. "Saya,
kan, enggak bisa juga
ninggalin anak
gitu aja," ujarnya.
Namun, pelan-pelan Kusa bangkit. Saat si kecil Maliq mulai bersekolah, Kusa bertemu dengan teman-teman baru sesama ibu rumah tangga. Di sana Kusa banyak belajar dari pengalaman teman-teman barunya.
"Bertemu ibu-ibu orang tua temannya Maliq itu kaya 'siraman rohani'," kata Kusa. Banyak semangat dan dukungan yang diberikan padanya. Bagi Kusa, pertemanan dengan sesama ibu adalah penting, apalagi bagi ibu muda sepertinya.
Dari sana, Kusa sadar bahwa menjalani perannya sebagai ibu rumah tangga bukan sesuatu yang keliru. Pelan-pelan, Kusa pun mengubur rasa menyesalnya.
Kusa pun getol menjalani hidup barunya. Dia kerap mengikuti berbagai kegiatan ala ibu-ibu pada umumnya, mulai dari hadir di seminar
parenting, arisan, hingga pengajian. "Senang karena bisa
sharing sesama ibu-ibu," kata dia diiringi gelak tawa. Berbagai kegiatan itu jadi wadah terbesar sosialisasi Kusa, sekaligus juga penumbuh semangat di luar tawa menggemaskan kedua buah hatinya.
Kini, Kusa tak lagi murung melihat teman-teman sepantarannya. Toh, dia tetap bisa mengaktualisasikan diri meski sibuk dengan perannya sebagai ibu rumah tangga.
Kusa berharap, ilmu yang pernah didapatnya selama mengenyam pendidikan bisa ditularkan kelak pada kedua buah hatinya.
"Enggak apa mengubur mimpi. Tapi yang penting apa yang ada di kepala saya bisa tumbuh jadi pohon ilmu buat anak-anak," kata Kusa semringah.
Toh, bagi Kusa, kedua buah hatinya tidak akan dua kali menjadi anak kecil. Kelak, keduanya akan tumbuh dewasa. Kusa ingin menjadi ibu sekaligus sahabat bagi kedua anaknya yang masih cilik ini.
Bagi teman-temannya, pencapaian bisa jadi perkara karier yang moncer, tapi tidak bagi Kusa. "Pencapaian saya adalah bangga melihat kedua anak saya," katanya. Baginya kini, pencapaian adalah melihat kedua anaknya berhasil mencapai apa yang diinginkan.
Meski telah mantap menjalani hidup sebagai ibu rumah tangga, bukan berarti Kusa tak lagi produktif. Selain mengurus anak dan suami di rumah, kadang kala juga Kusa disibukkan dengan hobi memasaknya yang membuahkan cuan. Dalam beberapa kesempatan, Kusa menerima pesanan makanan untuk acara-acara tertentu. Maklum, sejak kecil Kusa senang memasak.
"Lumayan,
kan, bisa tetap produktif meski jadi ibu rumah tangga sekaligus juga nambah pemasukan," kata Kusa.
Tak cuma itu, di waktu senggang--setelah kedua buah hatinya terlelap tidur--Kusa pun sering menyempatkan diri untuk menikmati waktu berkualitasnya. Di malam hari, Kusa senang membaca buku dan merajut. "Karena seharian penuh ngurus anak, saya juga perlu
me time," kata dia.
Kini, hidup Kusa terasa lengkap. Menjadi ibu dan istri yang baik bagi keluarganya sembari sesekali bergelut dengan hobi memasak dan merajutnya. Mendapatkan dukungan moril dari sesama ibu. Sementara teman-teman dekatnya dijadikan Kusa ibarat 'rekreasi akhir pekan' pelepas lelah.
(asr)