Diam-diam Membeli PondohDiwawancarai terpisah, Nuki (bukan nama sebenarnya), masih ingat saat pertama kali membeli Pondoh pada 2016 lalu. Mendengar informasi dari kawan, dia penasaran mencecap rasa minuman yang tengah naik daun itu.
Nuki menghubungi nomor yang direkomendasikan sang teman untuk membeli Pondoh. Dia memesan dua botol Pondoh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Obrolan via WhatsApp dilakoni bersama agen. Keduanya sepakat kopi darat di dekat salah satu minimarket di kawasan selatan Yogyakarta.
Nuki berdandan ala kadarnya sebagaimana sehari-hari dia berpenampilan. Setelah menunggu tak begitu lama, seorang pria berjaket biru menghampirinya seraya tersenyum.
Tapi, Nuki tahu bahwa si pria berjaket biru itulah yang datang membawakan Pondoh untuknya. Tak tunggu waktu lama, kantung kresek hitam berisi dua botol Pondoh ada di tangannya.
"Hahaha, kayak beli narkoba aja," kenang Nuki saat berbincang dengan CNNIndonesia.com di kawasan Malioboro, Yogyakarta.
Ketenaran minuman Pondoh ini tak lantas membuat Wulung mempromosikan dan mengedarkan minumannya secara sporadis.
Wulung sadar betul bahwa bisnisnya ini masih ilegal. Soal pendistribusian, Wulung masih sangat berhati-hati.
Tak sembarangan Wulung menjual minuman andalannya itu. Wulung menjual Pondoh berbekal nomor.
"Kita ini masih
underground banget penjualannya," kata Wulung.
"Kalau mau pesan, nanti aku kasih nomornya. Terus, nanti aku ngomong ke dia (misalnya agen), nanti ada orang mau beli tolong dikasih," jelas Wulung menggambarkan begitu tertutupnya penjualan Pondoh.
Pondoh memang hanya dijual melalui perantara dari mulut ke mulut. Dengan gaya sedemikian rupa, wajar jika minuman ini hanya dikenal di lingkaran pertemanan dan komunitas yang dekat dengan Wulung atau Baya.
Dari teman yang satu, berpindah ke teman yang baru, dan begitu seterusnya.
"Siapa aja yang minum Pondoh, bisa dipastikan itu ada di lingkaran kita, meski kita sendiri enggak kenal, bisa jadi itu temannya temanku, kan," kata Wulung.
Saking hati-hatinya, mereka akan saling bertanya di sebuah grup WhatsApp jika ada nomor tak dikenal yang menghubungi dan menanyakan Pondoh.
Jika pembeli tak mengenal salah satu nama yang ada dalam lingkaran sosial Wulung, Baya, beserta agen-agennya, maka dia tak bisa mendapatkan Pondoh.
"Tapi jarang, sih, kita sampai nolak gitu. Biasanya emang selalu di lingkaran ini-ini aja," kata Wulung tertawa.
Jangankan berhati-hati soal penjualan, Wulung dan Baya juga sedikit waspada dengan identitasnya sebagai si empunya Pondoh.
Mereka memilih untuk berlaku pura-pura tak tahu menahu soal Pondoh atau berlagak layaknya sesama penikmat.
"Selama ini kita suka ketemu sama peminum Pondoh, cuma mereka enggak tahu kalau itu [Pondoh] kita yang bikin. Hahaha," kata Baya tertawa terbahak-bahak.
 Produksi Pondoh yang diklaim bersih dan aman. (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Sebagai Alternatif Minuman BaruOptimisme Wulung dan Baya menghadirkan Pondoh ke khalayak didorong oleh faktor maraknya korban berjatuhan akibat minuman oplosan.
Mereka berpikir bisa menghadirkan minuman alternatif yang aman dan menjamin bahwa proses pembuatan Pondoh terkontrol dan bisa dipertanggungjawabkan dari hulu ke hilir.
Dalam kurun waktu dua tahun ke belakang, minuman fermentasi semakin tengah naik daun di Yogyakarta.
Tak cuma Wulung, beberapa nama juga diketahui sedang getol meracik minuman fermentasi berbahan dasar buah.
Mereka lalu membuat paguyuban para pembuat minuman fermentasi. Tujuannya untuk mengenalkan minuman fermentasi pada khalayak luas.
Rencana itu muncul akibat masih banyaknya masyarakat yang memandang minuman beralkohol secara hitam dan putih.
"Kita mulai merencanakan bikin kampanye. Kita harus jelasin, kenapa dia [minuman fermentasi] aman dan kenapa bisa dijadikan minuman alternatif daripada oplosan," jelas Wulung.
Secara sederhana, Wulung ingin agar minuman-minuman fermentasi yang banyak bermunculan di Yogyakarta ini menjadi minuman alternatif yang aman.
"Seandainya ini bisa diterima sebagai minuman alternatif, ya kita senang banget," kata Wulung.
Sedari awal, Wulung dan kawan-kawan sadar bahwa bisnis minuman fermentasi yang dilakoninya ilegal secara hukum. Betapa tidak, mereka terbentur dengan regulasi yang berlaku.
Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta menelurkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol serta Pelarangan Minuman Oplosan.
Peraturan ini hadir lantaran banyaknya kasus kematian akibat minuman yang dicampur dengan bahan-bahan tak semestinya.
"Kita sebenarnya prihatin dengan kasus-kasus oplosan itu. Maka dari itu, kami hadir menawarkan alternatif," kata Wulung.
Kendati mencoba menawarkan minuman alternatif, Wulung sadar bahwa upaya untuk mendapatkan tempat di tengah masyarakat luas masih harus menempuh jalan panjang.
"Setidaknya mencoba bergerak dulu," pungkas dia.
(ard)