Stockholm, CNN Indonesia -- Tahun ini adalah tahun keempat saya berpuasa di Swedia. Saya bisa merasakan Ramadan di Swedia sejak Maret 2016, saat saya mendapat kepercayaan untuk menjabat sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Swedia dan Republik Latvia.
Kegiatan yang dilakukan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia Stockholm selama bulan puasa adalah buka puasa bersama dengan menu khas Indonesia dan pengajian. Sementara Salat Tarawih dilakukan di rumah masing-masing karena waktunya sudah terlalu malam.
Warga negara Indonesia yang berada di Swedia sangat antusias dalam setiap kegiatan Ramadan yang kami selenggarakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu saja, kami juga kerap mendapat undangan untuk buka puasa bersama dari kedutaan besar negara lain yang lekat dengan citra dengan Islam.
Acara kumpul-kumpul semacam ini rasanya bisa menjadi pelepas rindu akan suasana berpuasa di Tanah Air yang selalu semarak dan meriah.
 Suasana berbuka puasa di KBRI Stockholm, Swedia. (Dok. KBRI Stockholm) |
Walau sudah ada di negara empat musim, sampai sekarang saya masih sering tersenyum sendiri saat membayangkan suasana Ramadan di Tanah Air yang saya alami ketika masih kecil.
Pedagang gorengan sibuk membungkusi pesanan pembelinya, sementara di sebelahnya ada saya yang menatap nanar sambil menahan lapar menunggu azan berkumandang.
Kegiatan ngabuburit bersama teman-teman di kampung juga masih saya ingat betul. Sepulang mengaji kami langsung bermain bersama. Sepakbola, sepeda, atau layangan, pilihan permainannya tergantung energi yang tersisa hari itu.
Masjid juga tak luput menjadi lahan bermain saya dan teman-teman saat kecil. Saking asyiknya bersenda gurau, tak jarang kami ditegur pengurus masjid karena suara cekikikan kami dapat mengganggu kekhusukan jamaah yang sedang Salat Tarawih.
Menjelang Lebaran sudah pasti masa paling seru, karena kami bisa bergantian memukul beduk masjid sambil mengumandangkan takbir.
Menjalankan ibadah puasa selama nyaris 14 jam di Indonesia nampaknya cukup menjadi bekal bagi saya untuk 'bertahan' di tengah waktu bersinar matahari Swedia yang panjang.
Sebagai gambaran, suasana jam 05.00 di sini sudah sangat terang seperti jam 09.00. Sementara suasana jam 20.00 malah masih terang seperti jam 16.00.
Jika dibandingkan Indonesia, durasi berpuasa di Swedia untuk tahun ini hanya lebih lama tiga jam. Misalnya di Indonesia waktu berbuka sekitar pukul 18.00, maka di Swedia waktu berbuka pukul 21.00.
Ketangguhan saya untuk berpuasa selama 21 jam di sini bukan hal yang langsung didapat dan mudah dilakukan.
Selain harus menahan lapar dan haus dalam waktu yang lebih panjang, puasa di benua Eropa berarti harus ikhlas dan sabar melihat orang yang tak berpuasa dengan lahapnya makan dan minum di tengah hari bolong.
Namun mereka tak berpuasa sebenarnya sangat menghargai kami yang sedang berpuasa. Ajakan makan minum sebelum waktu berbuka biasanya langsung disertai permohonan maaf saat mereka tahu kami sedang puasa.
Wajah-wajah ceria WNI yang berkumpul di KBRI Stockholm, Swedia, saat Ramadan. (Dok. KBRI Stockholm) |
Puasa dengan durasi 21 jam sebenarnya bukan masalah besar, karena saya pribadi merasa cukup terbantu dengan suhu dan lingkungan di Swedia yang teduh.
Suhu di Swedia bisa berkisar antara 7-12 derajat Celcius, ini artinya sangat jauh jika dibandingkan dengan Jakarta yang bisa mencapai 34 derajat Celsius. Selama berpuasa di sini godaan minum es teh manis sepertinya bisa dengan mudah dikalahkan.
Selain itu kualitas udara di Swedia juga tergolong sangat baik. Negara ini hampir tidak ada polusi, bahkan pemerintah dan rakyat Swedia sangat menjaga ketat alamnya.
Jika 'dipaksa' untuk menyebutkan tantangan saat menjalankan ibadah puasa di Swedia, mungkin saya akan memilih bagian tentang menjelaskan konsep puasa kepada orang non-muslim.
Bagi mereka menahan diri untuk tidak makan dan minum selama belasan jam adalah hal yang sangat berat, karena dirasa bisa 'mengganggu' aktivitas harian lantaran badan tidak berada dalam kondisi prima.
Meski demikian, penduduk Swedia sangat toleran dengan salah satu rangkaian ibadah umat muslim ini. Bukan cuma kegiatan puasa, mereka juga tak punya masalah dengan orang yang meminta izin salat atau mengenakan hijab.
[Gambas:Video CNN]---Surat dari Rantau adalah rubrik terbaru di CNNIndonesia.com. Rubrik ini berupa "curahan hati" dari WNI yang sedang menetap di luar negeri. Bisa mengenai kisah keseharian, pengalaman wisata, sampai pandangan atas isu sosial yang sedang terjadi di negara yang ditinggali. Tulisan yang dikirim minimal 1.000 kata dan dilengkapi minimal tiga foto berkualitas baik yang berhubungan dengan cerita. Jika Anda ingin mengirimkan cerita, sila hubungi surel berikut: [email protected] / [email protected] / [email protected]
(agr/ard)