Jakarta, CNN Indonesia -- Video kerusuhan
aksi 22 Mei di Tanah Abang, Jakarta dan sekitar beredar luas di media massa. Media dan televisi juga tak henti-henti menayangkan situasi ricuh buntut dari demo hasil
Pemilu 2019 itu. Ketakutan dan kepanikan pun tak dirasakan oleh masyarakat.
Banyak orang yang merasa takut dan tak beraktivitas normal di hari ini.
Untuk meredakan ketakutan dan kepanikan tersebut, psikolog klinis dari Personal Growth Veronica Adesla menyarankan agar setiap orang tidak menonton dan menyebarkan video yang berisi kerusuhan antara sekelompok massa dan juga kepolisian itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menonton dan menyebarkan video kericuhan justru akan membuat ketakutan dan kepanikan semakin parah.
"Salah satunya adalah dengan tidak menyebarkan tayangan-tayangan yang meresahkan apalagi hoaks. TV tidak perlu dipantengin terus-terusan 24 jam, malah menambah panik," kata Veronica kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (22/5).
Senada dengan Veronica,
Linda Setiawati, psikolog klinis dari Personal Growth sempat mengungkapkan bahwa video yang berisi tindak kekerasan dapat membuat seseorang menimbulkan
trauma. Meski hanya melihat video, dampaknya bisa sama seperti orang yang mengalami secara langsung.
Trauma itu dapat berdampak pada area kognitif, emosional, dan psikologis. Misalnya, dari segi kognitif, seseorang dapat terus membayangkan kejadian di video itu.
Secara emosional, seseorang juga dapat merasa cemas, khawatir, dan panik. Perubahan perilaku juga bisa terlihat seperti mengalami sulit tidur dan tidak nafsu makan.
Veronica menyarankan untuk tidak menonton video kerusuhan dan tetap beraktivitas jika situasi terlihat aman.
"Jika memungkinkan tetaplah beraktivitas seperti biasa," tutur Veronica.
(ptj/chs)