Semarang, CNN Indonesia -- Kemasyhuran pedagang besar Semarang Thio Sing Liong (1871 -1940) diteruskan Thio Thiam Tjong, putera Thio Sing Liong dari istri pertama, Tan Tien Nio (sebelum 1900 - sebelum 1905).
Jejaknya yang sekarang masih dapat dilihat adalah Restoran Goodfellas di Jalan Gajahmungkur 11, Semarang. Bangunan dari tahun 1920 ini asalnya rumah tinggal Thio Thiam Tjong. Kotak surat di teras rumah masih bertuliskan nama Thio Thiam Tjong.
Untuk membuat rumah bergaya Eropa klasik itu, Thio Thiam Tjong (1896 - 1969) menyewa jasa Herman Thomas Karsten, arsitek dan perencana wilayah permukiman di Hindia Belanda yang banyak mendesain bangunan di Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Medan, dan Palembang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil rancangan Karsten di Semarang antara lain Gedung Sobokartti, Pasar Johar, Kantor Asuransi Jiwasraya, serta permukiman Candi Baru dan Mlaten. Karyanya di Surakarta di antaranya Pasar Gede dan beberapa bagian Pura Mangkunegaran termasuk Ponten (sarana mandi cuci kakus - MCK).
Selain itu, ada juga Museum Sonobudoyo dan Stasiun Balapan di Yogyakarta, Pabrik Gula Comal di Pemalang, Kantor PT KAI Divre I Medan, dan Pasar 16 Ilir Palembang.
Sebelum dijadikan Restoran Goodfellas pada 2015, bangunan ini sempat kosong lama. Dan ketika difungsikan sebagai restoran ada sedikit penambahan tanpa mengubah struktur utama bangunan.
Penambahan itu antara lain dinding kaca di glass house, yakni ruangan dengan pemandangan pepohonan, kota bawah, dan tempat penjernihan air Gajahmungkur milik PDAM.
 Restoran Goodfellas. (CNN Indonesia/Silvia Galikano) |
Thio Thiam Tjong lahir di Semarang, 4 April 1896, dari keluarga kaya pengusaha properti dan eksportir rempah-rempah Thio Sing Liong pemilik firma N.V. Thio Sing Liong.
Dengan latar belakang ekonomi keluarga yang memadai, Thio Thiam Tjong mendapat pendidikan yang bagus hingga ke Belanda, yakni dari Hoogere Burgerschool (HBS) di Leiden, berlanjut selama tiga tahun di Delft Technische Hogeschool.
Thio Thiam Tjong. (Dok. Meis Djoeachir) |
Dalam Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches (1995) yang ditulis Leo Suryadinata, disebutkan bahwa Thiam Tjong belum lulus sekolah tinggi di Delft sudah pulang ke Semarang pada 1922 untuk mengambil alih bisnis ayahnya, lantas mengembangkannya.
Pada 1933 Thio Thiam Tjong diangkat menjadi direktur. Dia juga menjabat sebagai komisaris di perusahaan asuransi Loyd Indonesia yang bangunannya berlokasi di Jl Kepodang, Semarang.
Thio Thiam Tjong juga aktif di organisasi masyarakat Tionghoa. Pada 1927, dia bersama para peranakan lain yang berpendidikan Belanda mengadakan Kongres Chung Hwa, yang jadi cikal bakal terbentuknya Chung Hwa Hui (CHH) pada 1928. Dia terpilih sebagai anggota dewan pusat.
Dalam Ensiklopedi Umum (edisi II, cetakan pertama, 1977) yang ditulis Mr. Ag. Pringgodigdo, CHH adalah perhimpunan Tionghoa berpendidikan Belanda dari berbagai latar belakang profesi. CHH didirikan untuk memajukan kedudukan sosial, ekonomi, dan politik orang-orang Tionghoa golongan berada. Karenanya tidak banyak berhubungan dengan golongan Tionghoa kebanyakan.
Sikap politik CHH cenderung pro-Belanda ketimbang Indonesia. Berseberangan dengan golongan Sin Po yang perasaan nasional Tiongkoknya sangat kuat.
Pada 1930-an, Thio Thiam Tjong terpilih sebagai ketua cabang CHH Semarang dan menjadi anggota Dewan Provinsi Jawa Tengah.
Anak anak Thio Sing Liong. (Dok. Keluarga Thio Sing Liong) |
Selain di dunia politik, Thio Thiam Tjong punya perhatian pada masalah sosial dan pendidikan masyarakat Tionghoa. Pada 1928, dia menjabat Ketua Dewan Sekolah Hua-ying Chung-hsuch (Sekolah Tionghoa berbahasa Inggris, sekarang SMA Negeri 5 Semarang), dan tahun 1936 menjadi Ketua Dewan Sekolah Chung-hua Hsuch-hsiao Semarang.
Perannya di lingkaran bisnis juga diakui luas. Dari tahun 1930 hingga 1934 Thio Thiam Tjong terpilih sebagai kepala Siang Hwee (badan perdagangan Tionghoa) Semarang.
Dalam kesehariannya, Thio Thiam Tjong banyak mengajarkan demokrasi kepada masyarakat, sebuah paham baru yang berhasil mengubah Tiongkok dari kekaisaran menjadi republik pada 1912.
Thio Thiam Tjong memiliki kantor bisnis di Tiongkok dan beberapa kali ke Negeri Tirai Bambu. Thiam Tjong pun aktif di gerakan anti-Jepang.
Dia mengetuai Chiu-kuo Hou-yuan Hui (Selamatkan Negeri dari Garis Belakang) dan Yayasan Amal Tiongkok (cabang Semarang) untuk mendukung perlawanan terhadap Jepang di Manchuria. Sumbangan dari perusahaannya, firma N.V. Thio Sing Liong, selalu yang terbesar.
Sebelum serangan Jepang atas Jawa, Pemerintah Hindia Belanda membentuk pasukan keamanan lokal. Thio Thiam Tjong ditunjuk jadi komandan utama.
Ketika Jepang berhasil menaklukkan Semarang, Thiam Tjong mundur ke Ambarawa. Dia ditangkap Jepang dan sepanjang 1942-1945 ditahan di kamp internir di Cimahi bersama para tokoh Tionghoa lainnya.
Selama jadi interniran itulah Thiam Tjong belajar bahasa Mandarin. Sikap dan pendiriannya yang teguh, jujur, bijaksana, sekaligus tegas dalam memelihara suasana bertoleransi sesama tahanan dari berbagai latar belakang menyebabkannya terpilih sebagai kepala kamp tahanan.
Di sini Thiam Tjong juga jadi mengenal banyak tokoh Tionghoa, yang menjadi landasan kepemimpinan nasionalnya setelah dia dibebaskan.
 Bar di Restoran Goodfellas. (CNN Indonesia/Silvia Galikano) |
Tahun 1945, Jepang, yang kalah dalam Perang Dunia II, angkat kaki dari Jawa. Belanda nebeng NICA (Pemerintahan Sipil Hindia Belanda) kembali ke bekas tanah jajahan, ingin berkuasa lagi.
Gubernur Jenderal H. J. Van Mook yang tahu popularitas Thio Thiam Tjong di tengah masyarakat Tionghoa Indonesia berikut pandangannya yang moderat dalam hal politik, mengundang Thiam Tjong ke Jakarta. Dia meminta Thiam Tjong menjadi penasihatnya selama masa pemerintahan NICA.
Atas desakan para tokoh Tionghoa lainnya Thio Thiam Tjong menerima tawaran Van Mook tersebut.
Pada 1948, Thio Thiam Tjong mendirikan Persatuan Tionghoa (PT) dengan tujuan mempersiapkan masyarakat Tionghoa Indonesia terhadap perubahan situasi politik. Namanya memang masih populer, tapi cuma sebentar. Begitu pasukan Belanda ditarik, serta bermunculannya tokoh-tokoh nasional Indonesia, lenyaplah pengaruh Thiam Tjong.
Masa lalu sebagai penasihat Van Mook membuat Thio Thiam Tjong tidak populer di mata para nasionalis Indonesia. Bahkan ketika PT beralih rupa menjadi Partai Demokrat Tionghoa Indonesia (PDTI, setelah 1950) dan masih diketuai Thio Thiam Tjong, suara partai ini tak didengar.
Pada 1954 ia ikut mendirikan Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki) dan menjadi salah seorang pengurus pusatnya. Hingga Baperki dibubarkan tahun 1966, Thiam Tjong tetap tak punya pengaruh hingga akhirnya tersingkir dari tatanan politik negeri ini.
Thio Thiam Tjong kemudian menekuni bisnis dan dunia pendidikan. Pada 1957, bersama tokoh Tionghoa lainnya dia membentuk komite pendirian Universitas Tarumanegara di Jakarta.
Thio Thiam Tjong menikah dengan Goei Hoen Yang (1902 - 1945). Setelah Goei Hoen Yang meninggal karena sakit, Thiam Tjong menikahi adik iparnya, Goei Lee Ging (1903 -1985).
Thio Thiam Tjong wafat di Belanda pada 22 September 1969 tanpa punya keturunan dan dimakamkan di sana.
Sepeninggal sang suami, Goei Lee Ging pindah ke Jakarta. Rumah besar di Gajangmungkur, Semarang diwariskan ke keluarga Goei. Namun sekarang bangunan karya Thomas Karsten itu bukan lagi milik keluarga Goei.
 Salah satu sudut di Restoran Goodfellas. (CNN Indonesia/Silvia Galikano) |
[Gambas:Video CNN] (ard)