Garut, CNN Indonesia -- Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Garut Maskut Farid mengatakan ada masalah pemerataan
dokter spesialis dan dokter Pegawai Negeri Sipil (
PNS) di daerah-daerah.
Kekurangan tenaga kesehatan ini membuat pasien di daerah cuma punya sedikit waktu penanganan oleh dokter.
"SDM untuk dokter umum kalau dari sisi PNS sangat kurang. Tapi dari BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) bisa merekrut sendiri. Ke depan tantangan pemerataan dokter spesialis. Terutama di RS dan daerah," tuturnya di Kantor Bupati Garut, Selasa (28/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan perekrutan dokter oleh BLUD bergantung pada minat dokter. Menurutnya, kebanyakan dokter spesialis enggan berbakti di daerah-daerah pinggiran. Terlebih, upah yang diberikan tak sebanyak di RS swasta.
"Kalau swasta antara Rp100 ribu sampai Rp150 ribu per pasien [untuk dokter spesialis] di Garut. Kalau dokter umum rata-rata Rp50 ribu per pasien. Di rumah sakit [pemerintah] memang agak rendah," aku dia.
Selain itu, Maskut menyebut kebanyakan puskesmas dan rumah sakit di Garut berada di bawah naungan BLUD yang diperbolehkan merekrut karyawan bukan PNS. Meskipun jumlah dokter PNS dikatakan sangat kurang, ia mengatakan kebutuhan itu masih bisa tertutup dengan tenaga dokter non-PNS.
Namun begitu, menurut rasio dokter yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO), jumlah dokter di Garut masih belum mencukupi. Satu puskesmas, misalnya, setidaknya harus memiliki tiga sampai empat dokter. Pada kenyataannya, puskesmas baru memiliki satu sampai dua dokter.
 Kemenpan RB menyebut tenaga kesehatan jadi salah satu prioritas pengangkatan tenaga honorer ke CPNS. ( CNN Indonesia/Safir Makki) |
Untuk menanggulangi hal ini, kata Maskut, pihaknya kemungkinan akan menaikkan upah dokter. Namun, ini masih dipertimbangkan lebih lanjut mengingat jumlah pasien di rumah sakit di wilayah pinggiran masih rendah karena faktor biaya.
Kemudian, pihaknya juga bakal mempertimbangkan memberi iming-iming beasiswa sekolah spesialis kepada dokter di Garut. Tujuannya, dokter terkait selepas lulus sekolah dapat mengabdi di rumah sakit yang membutuhkan.
Ditemui pada kesempatan sama, Kepala Puskesmas Guntur Kurniadin mengatakan ada dua dokter dan 12 perawat yang mengabdi di tempatnya bekerja. Sedangkan dalam sehari bisa ada 170 pasien yang datang.
"Sehari rata-rata ada 80 pasien umum. Itu belum BPJS, antara 90 pasien. Jadi 170 pasien seluruhnya per hari," ujarnya.
Setiap harinya puskesmas beroperasi dari pukul 07.30 sampai 14.00 WIB. Kurniadin mengatakan pihaknya tidak membatasi jumlah pasien yang datang setiap hari. Yang dibatasi hanya waktu penanganan per pasien.
Senada, Kepala Puskesmas Pasundan Inge Andrini mengatakan pihaknya hanya punya tiga dokter. Satu orang kemudian dipindahkan karena ada wilayah yang kekurangan dokter. Saat ini, Puskesmas Pasundan menyisakan dua dokter, satu dokter umum dan satu dokter gigi.
Sementara, jumlah pasien yang ditangani di puskesmas ini hampir serupa dengan Puskesmas Guntur. Efeknya, Puskesmas mesti menghemat waktu ketika menangani pasien.
[Gambas:Video CNN]
"Misalnya satu kasus ada kakek-kakek batuk. Harusnya diperiksa penyakitnya dan kesehatan lansianya juga. Akhirnya [pemeriksaan kesehatan lansia] yang dikurangi. Tapi selama ini kita memberikan pelayanan optimal, intinya pelayanan memuaskan pelanggan," tuturnya.
Sebelumnya Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menyatakan ada tiga profesi honorer selama masa transisi hingga 2023 yang jadi prioritas mengikuti tes seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Deputi Sumber Daya Manusia Aparatur Kemenpan RB Setiawan Wangsaatmaja menjelaskan tiga profesi tersebut berada yakni guru, dosen, serta tenaga kesehatan.
Penempatan skala prioritas itu dilakukan lantaran saat ini jumlah pegawai yang bersifat administrasi masih mendominasi.
Setidaknya, ASN di seluruh Indonesia saat ini mencapai 4,28 juta orang. Sebanyak 39,1 persen atau sekitar 1,6 juta di antaranya adalah tenaga administrasi.
(fey/arh)