Kolaborasi Para Penjahit dan Warga untuk Tangkis Corona

CNN Indonesia
Selasa, 24 Mar 2020 20:37 WIB
Problem di tengah wabah corona, termasuk soal kelangkaan masker, menggerakkan pelbagai lini warga untuk bersama mengatasi pandemi.
Ilustrasi: Kelangkaan masker dan pelbagai problem di tengah wabah corona menggerakkan seluruh lini warga untuk bersama mengatasi pandemi ini. (Foto: ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko)
Jakarta, CNN Indonesia -- Inisiatif Ismail Fahmi melalui cuitan di akun Twitter-nya menggerakkan pelbagai lini masyarakat untuk mengatasi kelangkaan masker di tengah wabah virus corona penyebab Covid-19. Gerakan bertajuk #100JutaMaskerChallenge yang 'diciapkan' Ismail ini mengundang para tukang jahit untuk membuat masker nonmedis.

Gagasan pendiri Media Kernels sekaligus analis media sosial Drone Emprit bermula dari kesulitan sang istri beroleh masker. Setelah berburu ke sejumlah tempat, rupanya kekosongan terjadi di mana-mana.

Dan bukan hanya Indonesia, kondisi serupa dialami warga di negara lain.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Awalnya karena saya membantu istri mencari masker, karena di rumah sakit juga langka, dan harganya naik gila-gilaan. Mencari di beberapa tempat, meski saya bilang ini untuk para dokter, langka dan mahal sekali," cerita Ismail kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon.

"Masalah ini bukan masalah di Indonesia saja. Seluruh dunia berebut [masker]. Jadi, saya berpikir, apa yang bisa saya lakukan," ucap dia lagi.



Sebelumnya pada Senin (23/3) Presiden Joko Widodo sempat pula mengutarakan bahwa 180 negara berebut untuk mendapatkan alat pelindung diri (APD), masker juga sanitizer. Indonesia termasuk negara yang turut mendatangkan 105 ribu Alat Pelindung Diri (APD) untuk didistribusikan ke rumah sakit di beberapa daerah.

Kelangkaan masker semestinya sudah 'ditangkap' lantas bergegas diantisipasi pemerintah sejak mula virus Covid-19 ini menyambangi Indonesia pada awal Maret 2020. Tapi Ismail tak mau lagi melihat ke yang sudah berlalu.

Yang penting kini, apa yang bisa dikerjakan untuk menekan persoalan.

"Ini mekanisme pasar saja. Wajar kalau misalnya pengusaha mengekspor ke China, karena apa, untung. Dan nggak ada larangan, wajar sekali. Yang harus berperan saat itu adalah government, cuma kan sudah lewat lah. Sudah tidak usah lagi kita melihat ke belakang. Sekarang, apa yang bisa kita lakukan," kata dia ketika ditanya soal kesediaan masker dan kebijakan pemerintah mengatasi kelangkaan.


Sejak merebaknya virus corona jenis baru atau Sars-CoV-2, kelangkaan alat sanitasi seperti masker dan hand sanitizer memaksa sebagian orang membuatnya sendiri. Masker yang memenuhi standar kesehatan--seperti masker N95--semestinya hanya digunakan orang sakit atau tenaga kesehatan yang menangani pasien. Tapi tak semua mendapatkan itu, Ismail mencoba meraba kondisi tersebut.

Tenaga medis di daerah terpencil yang tidak mendapatkan akses masker bedah atau masker medis pun terpaksa menggunakan masker biasa. Inilah yang menjadi perhatian Ismail.

Keinginan mengatasi kelangkaan masker itu membawa Ismail pada ide membuat utasan #100JutaMaskerChallenge. Cuitannya ini disukai 1.600 orang dan mendapat hampir 800 retweet hingga Selasa (24/3).

Bukan saja mengajak para penjahit, ia terbuka ke siapa saja yang punya hobi menjahit atau punya keinginan membuat masker sendiri.

"Jadi yang banyak merespons ini memang, masyarakat. Ibu-ibu, mereka bisa bikin sendiri. Oh, orang tua saya punya mesin jahit lalu bisa bikin. ... Jadi ada yang modelnya, begini, kalau mereka beli lima maka menyumbangkan lima. Buy one get one. Bagus itu," tutur dia lagi.

Kolaborasi Penjahit dan Masyarakat Bantu Tangkis Corona-HOLDFoto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi


Agar tidak asal-asalan, Ismail mengutip hasil penelitian dari Cambridge University mengenai efektivitas penyaringan partikel melalui berbagai macam bahan, sehingga warga bisa membuat masker proteksi dengan bahan yang sesuai.

"Hingga saat ini, publik tidak merasa yakin akan kegunaan masker. [Masker] padahal berguna. Satu layer [lapisan] bisa 51 persen [penyaringannya]. Jadi lebih baik daripada tidak sama sekali. Jika di-double, bisa naik hingga 60-70 persen," jelas dia lebih lanjut.

Berbasis penelitian tersebut, tagar #100JutaMaskerChallenge pun didengungkan dengan fokus pada sektor informal dan masyarakat awam. Gayung pun bersambut.

"Banyak juga respons menarik, anak-anak muda mereka yang nggak bisa jahit tetapi punya duit. Mereka punya uang dan mau beli banyak dan dikasih ke sekitarnya, jadi pesan. Kan ketemu," ungkap Ismail.

Hingga Selasa (24/3), sekitar 50 orang menyatakan bersedia menyediakan masker. Pertukaran informasi mengenai lokasi, kontak, jumlah masker yang dibutuhkan dan sanggup diproduksi, hingga desain juga spesifikasi masker--yang sesuai dengan anjuran para ahli--mencerminkan reaksi masa terhadap sebuah krisis.

Ibu rumah tangga, penjahit, BLK (Balai Latihan Kerja) pun terlibat dalam aksi ini.

"Jadi ini benar-benar from us to us, dari warga ke warga. Ini juga nggak terpusat di satu pabrik atau manapun, ini ada di mana-mana responsnya," kata Ismail.

Kolaborasi Penjahit dan Masyarakat Bantu Tangkis Corona-HOLDFoto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo


Ditilik lebih lanjut, penelitian dari Cambridge University oleh Anna Davies dan tim untuk melihat efektivitas penyaringan partikel melalui beberapa bahan menunjukkan, masker bedah menjadi yang paling efektif, diikuti kantong penyedot debu, serbet dapur, dan katun. Jika dilihat dari segi kenyamanan dan efektivitas, para peneliti merekomendasikan sarung bantal dan kaos berbahan 100 persen katun--dengan saringan sekitar 50 persen dari partikel virus penyebab Covid-19 yang berukuran 0,2 mikron.

Yang perlu dicatat, tim peneliti menilai penggunaan masker tidak akan mengeliminasi risiko paparan virus, apalagi jika jalur transmisi bermacam-macam. Namun, menurut para ahli, penggunaan masker proteksi dapat mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi.

Para ahli menambahkan, efek dari masker akan minim terhadap risiko paparan virus tanpa dibarengi dengan langkah pencegahan lain, seperti isolasi kasus yang terinfeksi, imunisasi, etiket pernapasan yang baik--misalnya ketika batuk dan bersin, dan menjaga kebersihan tangan yang teratur.

Ismail berharap, gerakan ini bisa jadi penyeimbang dari aksi masyarakat berebut masker. Sehingga, stok masker bedah dan masker dengan standar medis lain bisa digunakan untuk dokter dan tenaga kesehatan.

Gagasan memecah kebuntuan di tengah ketidakpastian pandemi corona bukan hanya dilakukan Ismail. Pelbagai penggalangan dana terus berlangsung, salah satunya melalui platform Kitabisa. Bentuk bantuan dan gerakannya beragam, mulai dari donasi untuk pembelian alat pelindung diri petugas medis, multivitamin sampai bantuan ekonomi untuk warga ekonomi rentan.

[Gambas:Video CNN]

(fdi/nma)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER