Jakarta, CNN Indonesia -- Masjid bukan cuma ada di negara yang mayoritas Islam, karena umat muslim di Alaska juga punya masjid yang tak hanya menjadi tempat ibadah, namun juga menjadi tempat bersilaturahmi.
Masjid di Alaska dibangun atas inisiasi Islamic Community Center Anchorage Alaska dan menjadi masjid pertama dan satu-satunya di negara bagian Amerika Serikat yang diselimuti es ini.
Berada di South Anchorage dan bersebelahan dengan Gereja Korean Presbyterian, masjid ini tentu saja membayar tunai kerinduan sekitar 3.000 pemeluk agama Islam di Alaska yang ingin beribadah bersama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rencana pembangunan masjid telah tercetus sejak 15 tahun sebelumnya, seperti yang dikatakan oleh Sam Obeidi, imigran dari Palestina yang menjadi anggota Islamic Community Center Anchorage Alaska (ICCAA).
Biaya pembangunan masjid seluas 1.400 meter persegi ini kurang lebih sebesar US$2 juta, seperti yang dikutip dari
Al Jazeera.
Setelah pembangunan selama lima tahun, pintu masjid dua lantai itu dibuka secara resmi pada tahun 2014.
Dari jendela masjid, terlihat pemandangan Gunung McKinley.
Karena faktor cuaca dingin yang ekstrem, masjid ini tidak memiliki kubah.
Dikutip dari
PRI.org, Alaska menjadi tujuan banyak imigran pekerja, baik yang bekerja di kapal penangkap ikan atau industri lainnya. Jika di kota-kota besar Amerika Serikat jemaah masjid biasanya berasal dari etnis tertentu, tidak dengan di Alaska.
Saat salat Jumat, terlihat deretan jemaah yang berasal dari imigran Gambia, Pakistan, Albania, Somalia, Sudan, Mesir, Palestina, Irak, Bangladesh, Burma, Rusia, Malaysia, dan negara lainnya.
 Pemandangan kota Anchorage. (Istockphoto/Getty Images/Jeff Manes) |
Obeidi mengatakan, sebelum adanya masjid, umat muslim di Alaska melakukan ibadah bersama di gedung sekolah, studio karate, sampai gereja komunitas Filipina. Tempat-tempat itu disewa jemaah secara patungan.
Jika ingin salat di dalam mal misalnya, jemaah diarahkan ke toko yang kosong.
Ketiadaan masjid dan sempitnya ruangan terkadang memaksa prosesi ibadah massal dilakukan dua kali.
Selain suhu dingin yang ekstrem, salah satu tantangan muslim di Alaska untuk beribadah ialah waktu.
Di saat Ramadhan, waktu antara puasa dan berbuka amatlah panjang, bisa hingga 19 jam.
Saat musim panas, matahari tidak pernah terbenam seluruhnya. Sementara saat musim dingin, terbit dan terbenamnya matahari hanya berjarak lima setengah jam.
ICCAA menyarankan umat muslim di Alaska beribadah puasa mengikuti waktu Mekah. Namun beberapa ada yang masih mengikuti waktu lokal.
Sama seperti Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta, masjid di Alaska berbagi tempat parkir dengan Gereja Korean Presbyterian.
Akurnya jemaah di dua tempat ibadah ini membuktikan bahwa toleransi beragama ternyata juga terasa sampai di ujung dunia.
[Gambas:Video CNN] (ard)