Kesepian Akibat Tak Mudik Bisa Picu Gangguan Jiwa

CNN Indonesia
Minggu, 24 Mei 2020 13:24 WIB
Seorang anak penumpang KA Serayu tujuan Purwokerto berada di dalam kereta di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Kamis (30/5/2019). Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub memprediksi pemudik yang menggunakan  jasa angkutan kereta api mengalami peningkatan pada 29 Mei hingga 4 Juni dengan puncak arus mudik pada Jumat, 31 Mei. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.
Psikiater Gina Anindyati menuturkan rasa kesepian yang muncul akibat tidak mudik bisa saja menimbulkan risiko gangguan jiwa. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pandemi virus corona membuat masyarakat Indonesia tidak bisa merayakan Lebaran di kampung halaman, terkurung di rumah atau kost. Selain tak bisa menjalankan tradisi seperti mudik atau salat id, fenomena ini juga bisa mempengaruhi kesehatan jiwa.

Psikiater Gina Anindyati menuturkan rasa kesepian yang muncul akibat tidak mudik bisa saja menimbulkan risiko gangguan jiwa.

"Jika ditanya apakah ada pengaruh dengan kondisi kejiwaan seseorang, bisa saja ada. Apalagi bagi orang-orang yang menggunakan mudik ini sebagai salah satu kesempatan untuk bertemu dengan keluarga atau orang terdekat. Karena situasi ini tidak memungkinkan atau terpaksa tidak mudik, bisa muncul perasaan sedih, kecewa, penyesalan, atau tidak nyaman. Ini wajar dan manusiawi," kata Gina seperti dikutip dari siaran pers Guesehat yang diterima CNNIndonesia.com, Jumat (22/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebenarnya, manusia adalah makhluk yang adaptif. Kebanyakan orang bisa beradaptasi dengan situasi dan melalui kondisi ini dengan baik. Namun ada pula yang memiliki kerentanan sehingga merasa lebih kesepian, tidak berdaya dan frustasi.


Gina menuturkan tidak mudik bisa menimbulkan loneliness atau kesepian. Ini bukan gangguan jiwa. Namun jika kesepian dibiarkan berkepanjangan dan tidak diatasi maka bisa mengarah pada masalah kejiwaan seperti gejala depresi dan kecemasan. Gejala gangguan jiwa tidak muncul begitu saja akibat tidak mudik, tetapi ada faktor-faktor lain yang mendukung seperti, kondisi fisik kurang fit, sulit menyelesaikan masalah juga pengaruh lingkungan sosial.

"Pengaruh lingkungan sosial ini misalnya ia tidak punya orang-orang yang dapat dipercaya atau tinggal di lingkungan yang tinggi kekerasannya. Ini akan menjadi stresor atau menambah tekanan sehingga risiko mengalami gangguan semakin besar," imbuhnya.

Senada dengan Gina, psikolog klinis Alexandra Gabriella berkata tidak mudik bisa membawa rasa kesepian. Namun selain itu timbul homesick. Dia menjelaskan homesick adalah perasaan rindu dengan situasi saat di kampung halaman, termasuk rindu dengan orang tua, orang sekitar makanan, lingkungan atau nuansanya.

"Namun, homesick ini tidak dialami oleh mereka yang tidak mudik saja," kata Alexa.

Homesick, kata dia, bisa menjadi stresor masalah kejiwaan. Orang berekspektasi bisa pulang dan merayakan Lebaran. Namun ekspektasi tidak tercapai sehingga timbul rasa kecewa dan kemudian mengarah pada frustasi.

"Rasa frustasi itu bisa membuat seseorang memiliki masalah psikologis, seperti depresi. Apalagi kalau kondisi ini memang sudah terjadi beberapa minggu secara berturut-turut dan mood atau suasana hatinya sama. Selain itu, orang-orang yang homesick ini bisa juga mengalami insomnia karena selalu berpikir tidak bisa pulang," katanya.


Agar mental tetap sehat

Tidak mudik bukan berarti memberikan jalan pada masalah kesehatan jiwa. Menurut Gina, menjaga kondisi kesehatan mental tidak bisa lepas dari kondisi kesehatan fisik.

"Paling pertama, jaga kesehatan fisik terlebih dahulu, usahakan istirahat yang cukup, makan bergizi dan lakukan aktivitas fisik secara rutin," kata Gina.

Selain itu, Anda bisa melakukan rutinitas dan tetap terhubung dengan orang-orang terdekat baik lewat pesan singkat, telepon, atau saling berkirim bingkisan Lebaran. Alexa menambahkan Anda juga bisa terhubung dengan mereka yang memiliki nasib serupa.

"Jadi, rasanya tetap dekat dengan mereka. Kalau bisa, usahakan juga untuk saling berbagi, coba lebih banyak menyumbang. Saat berbagi, kita diingatkan kembali betapa banyak anugerah yang diberikan pada kita. Kita membantu orang lain dan memberikan efek positif pada orang lain. Jelas dengan hal ini, kita punya energi yang positif juga," katanya. (chs)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER