Pengelola Taman Mini Indonesia Indah (TMII) membatasi jumlah wisatawan hingga sepertiga dari kapasitas tampung tempat wisata di Jakarta Timur itu saat pemberlakuan new normal (normal baru).
"Kapasitas keseluruhan kita itu maksimal 60.000 pengunjung, kalau sepertiganya berkisar 15 ribu sampai 20 ribu orang," kata Manager Informasi Budaya dan Wisata TMII, Diah Tri Irawati, seperti yang dikutip dari Antara pada Rabu (3/6).
Ira lanjut mengatakan, pembatasan wisatawan maksimal sepertiga dari kapasitas tampung berlaku di seluruh wahana TMII.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama penerapan kenormalan baru pihaknya akan menutup sementara wahana dalam ruangan tertutup, seperti bioskop Keong Mas, wahana air, dan lainnya.
Sementara wahana di luar ruangan seperti aeromovel, kereta gantung, Anjungan Nusantara, Taman Burung, dan sebagainya akan dibuka.
"Untuk yang indoor tidak kita buka, tahap awal kebanyakan kita eksplorasi di outdoor saja," ujarnya.
"Contohnya taman burung itu nanti kita per satu sesi 400 orang. Biasanya itu hampir 2.000 pengunjung," ujar Ira.
Jam operasional TMII juga mengalami perubahan menjadi pukul 08.00-20.00 WIB untuk pintu masuk.
Untuk wahana di dalam TMII pukul 08.00-16.00 WIB.
"Kebijakan ini merupakan protokol kesehatan demi mencegah penyebaran COVID-19," katanya.
Bandung batasi jam buka
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Gubernur Jawa Barat (Jabar) M Ridwan Kamil telah menerbitkan peraturan gubernur (Pergub) penerapan PSBB proporsional sebagai persiapan menuju normal baru atau adaptasi kebiasaan baru (AKB) di seluruh kabupaten/kota Jawa Barat.
Ketentuan ini diatur dalam Pergub Nomor 46 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB Secara Proporsional Sesuai Level Kewaspadaan Daerah Kabupaten/Kota sebagai Persiapan Pelaksanaan Adaptasi Kebiasaan Baru untuk Pencegahan dan Pengendalian COVID-19.
Menurut Sekretaris Daerah Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja, Pergub yang ditandatangani Sabtu, 30 Mei 2020, mengatur pedoman AKB dalam koridor PSBB Jawa Barat dalam level kewaspadaan
"Karena sebenarnya Jabar belum bermaksud melepaskan secara penuh PSBB," ujarnya, seperti yang dikutip dari Antara pada Rabu.
Pergub 46 mencakup penentuan level kewaspadaan kabupaten/kota, pelaksanaan PSBB proporsional sesuai level kewaspadaan kabupaten/kota, protokol kesehatan per level kewaspadaan dalam rangka AKB, pengendalian dan pengamanan, serta monitoring evaluasi dan sanksi.
Dalam penentuan level kewaspadaan, ada sembilan indikator yang dipakai Pemda Provinsi Jabar, yakni laju ODP, PDP, pasien positif kesembuhan, kematian, reproduksi instan, transmisi/kontak indeks, pergerakan orang, dan risiko geografi atau perbatasan dengan wilayah transmisi lokal.
"Sembilan indikator ini berdasarkan kajian dan rekomendasi pakar epidemologi," kata Setiawan.
Dari sembilan indikator ini, menghasilkan lima level kewaspadaan kabupaten/kota.
Level 1 Rendah yakni tidak ditemukan kasus positif, Level 2 Moderat yakni kasus ditemukan secara sporadis atau impor, Level 3 Cukup Berat yakni ada kluster tunggal, Level 4 Berat yakni ditemukan beberapa kluster, dan Level 5 Kritis yakni penularan pada komunitas.
"Lima level kewaspadaan ini kemudian melahirkan perlakuan atau protokol berbeda- beda per kabupaten/kota," jelas Setiawan.
Setiawan mencontohkan, kabupaten/kota dengan Level 1 maka protokolnya normal; Level 2 jaga jarak; Level 3 PSBB parsial; Level 4 PSBB penuh; dan Level 5 protokolnya adalah Karantina (lockdown).
Kemudian diatur juga level kewaspadaan per kecamatan/kelurahan yang protokol kesehatannya kurang lebih sama dengan tingkat kabupaten/kota dengan istilah baru Pembatasan Sosial Berskala Mikro.
Selain PSBB, Pergub 46 juga mengatur protokol kesehatan dalam rangka AKB yang perlakuannya pun sesuai dengan level kabupaten/kota.
Level 1 yang paling baik misalnya, diperkenankan membuka tempat ibadah dengan syarat kapasitas maksimal 75 persen, pergerakan orang diizinkan antar provinsi, belajar di sekolah tapi hanya 50 persen siswa, tempat wisata dibuka pukul 06.00 - 16.00 WIB dengan kapasitas maksimal 50 persen, dan masih banyak aturan lain, aktivitas perbankan kapasitas 70 persen dengan pegawai 25 persen kerja di rumah dan 75 persen ke kantor.
Sebaliknya, Level 5 yang paling kritis akan diberlakukan karantina dengan pergerakan dibatasi per desa/kelurahan bahkan per RT/RW, pegawai 100 persen kerja di rumah, supermarket, minimarket, mal, sampai pasar tradisional tutup.