Menakar Peluang Reinfeksi Virus Corona

CNN Indonesia
Selasa, 21 Jul 2020 13:29 WIB
This photo taken on February 22, 2020 shows a nurse checking a patient in an intensive care unit treating COVID-19 coronavirus patients at a hospital in Wuhan, in China's central Hubei province. - China on February 26 reported 52 new coronavirus deaths, the lowest figure in more than three weeks, bringing the death toll to 2,715. (Photo by STR / AFP) / China OUT
Apa orang yang sudah pernah terinfeksi Covid-19 dan sembuh bisa terkena infeksi lagi? (Photo by STR / AFP)
Jakarta, CNN Indonesia --

Apa orang yang sudah terinfeksi Covid-19 bisa terkena infeksi lagi atau yang dikenal dengan istilah reinfeksi?

Pertanyaan ini menyeruak seiring pertambahan kasus dan temuan kasus yang terbilang unik. Teorinya, orang yang sudah pernah terinfeksi dan sembuh setidaknya memiliki kekebalan spesifik terhadap virus. Namun tulisan dokter D. Clay Ackerly, spesialis penyakit dalam di Washington, DC. yang dipublikasikan pada Minggu (12/7) di Vox membawa titik terang pada jawaban pertanyaan ini.

Arckerly bercerita ada seorang pasien berusia 50 tahun dilaporkan positif virus corona (SARS-Cov-2) sebanyak dua kali selama tiga bulan dan terakhir dideteksi pada awal Juli 2020. Setelah timbul gejala pertama yang ringan, pasien dites dan hasilnya negatif bahkan pasien merasa sehat selama enam minggu. Kali kedua, gejala jauh lebih buruk termasuk sulit bernapas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya meyakini sangat memungkinkan pasien saya sepenuhnya pulih dari infeksi pertamanya, kemudian terpapar Covid-19 untuk kedua kalinya setelah terpapar dengan anggota keluarga dewasa muda dengan virus," tulis Ackerly di Vox.

Tak hanya Ackerly, temuan infeksi ulang pun sempat ada di awal-awal pandemi. Di Korea Selatan melaporkan kasus 'kambuh' di negara mereka pada awal April 2020. Namun kemudian ini disimpulkan sebagai infeksi dari virus corona mati yang masih melekat pada pasien.

Peluang infeksi ulang pun makin menghantui sebab diperkuat dengan penelitian yang menunjukkan tingkat antibodi orang terhadap virus umumnya turun tajam dalam dua hingga tiga bulan.

Akan tetapi, beberapa potongan bukti ini tidak cukup dijadikan 'amunisi' kekhawatiran untuk saat ini. Virolog Columbia University, Angela Rasmussen berkata kekhawatiran ini tidak didukung oleh data nyata.

"Orang yang dites positif setelah sembuh belum dikaitkan dengan kasus baru, dan upaya untuk membudidayakan virus menular dari sampel mereka semuanya negatif, menunjukkan bahwa tes positif mendeteksi residu RNA virus, bukan replikasi virus yang bonafit," ujar Rasmussen mengutip dari Gizmodo.

This photo taken on February 16, 2020 shows a doctor looking at an image as he checks a patient who is infected by the COVID-19 coronavirus at the Wuhan Red Cross Hospital in Wuhan in China's central Hubei province. - The death toll from the COVID-19 coronavirus epidemic jumped to 1,770 in China after 105 more people died, the National Health Commission said February 17. (Photo by STR / AFP) / China OUTFoto: Photo by STR / AFP
ilustrasi virus corona

Selain itu menyoal antibodi. Bisa jadi benar bahwa antibodi spesifik Covid-19 turun dalam beberapa bulan. Namun bisa juga orang masih membawa cukup banyak antibodi paling relevan untuk mencegah infeksi ulang. Sistem kekebalan tubuh bukan hanya bicara antibodi tetapi juga bergantung pada sel terutama sel T yang mengenal dan mengejar ancaman yang mereka kenal. Riset membuktikan respons sel T terhadap Covid-19 pascainfeksi terbilang kuat.

Rasmussen berkata kasus kurang antibodi dalam beberapa bulan bukan berarti orang bakal rentan terhadap infeksi ulang.

Di sisi lain, Rasmussen berpendapat kasus temuan Ackerly patut diawasi. Mungkin ada beberapa yang selamat tapi mereka kehilangan respons kekebalan dengan cepat terutama saat respons di awal tidak kuat. Ini pun tanpa mengesampingkan kemungkinan virus benar-benar bisa bertahan di tubuh pasien selama tiga bulan terakhir karena beberapa virus bisa. Kemungkinan lainnya, bisa jadi vonis positif yang pertama hanya palsu. Tanpa lebih banyak bukti, Rasmussen tidak yakin kasus ini umum terjadi. Tak perlu ada kekhawatiran soal infeksi ulang.

(els/chs)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER