Gudeg menjadi kuliner khas yang usianya bahkan diperkirakan lebih tua dari umur kota Yogyakarta. Maka tak lengkap rasanya jika berkunjung ke Yogyakarta tanpa mencicipi makanan khas bercita rasa manis yang sudah melekat dengan citra kota tersebut sejak ratusan tahun lalu.
Dalam tur virtual jejak sejarah Kerajaan Mataram Islam di Yogyakarta dan Solo dari HIS Travel, Aryono dari Historia.id menjelaskan usia gudeg kira-kira sama dengan usia kota Yogyakarta.
Sejarah gudeg dimulai pada abad ke-16. Kala prajurit Kerajaan Mataram membongkar hutan belantara untuk membangun peradaban.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lokasi hutan itu sekarang ada di kawasan Kotagede. Di hutan tersebut ternyata terdapat banyak pohon nangka dan kelapa.
Lihat juga:Rahasia Memasak Gudeg yang Nikmat |
Setelah perjanjian Giyanti tahun 1755 yang membagi dua wilayah Mataram menjadi di bawah dua penguasa, Yogyakarta pun dibuka.
"Tadinya itu hutan. Karena hutan dibuka, banyak prajurit yang mencoba mengonsumsi apa yang ada di hutan, seperti pohon nangka dan kelapa," kata Aryo, dilansir dari Antara, Minggu (16/5).
Nama gudeg, kata Aryo diambil dari cara memasaknya yang disebut hangudeg, yang artinya mengaduk.
Racikan masakan yang dibuat dari nangka dan santan itu diaduk dalam kuali besar. Hasilnya, nangka muda yang diolah dengan santan menjadi hidangan manis, disajikan bersama nasi, kuah santan kental, lengkap dengan sambal goreng krecek.
Gudeg juga disebut dalam Serat Chenthini, salah satu karya sastra dalam kesusastraan Jawa Baru.
Gudeg Yu Djum adalah salah satu gudeg yang ternama di Yogyakarta. Yu Djum mulai berjualan gudeg gendongan sejak 1950, usahanya berkembang menjadi 12 gerai di Yogyakarta dan kawasan lain di Jawa Tengah.
Tur virtual jejak sejarah Kerajaan Mataram Islam di Yogyakarta dan Solo mengajak warganet menjelajahi tempat-tempat di dua kota tersebut, termasuk pantai Parangkusumo, Keraton Yogyakarta dan Surakarta, Kota Gede, hingga Makam Raja-Raja Mataram.
(osc/antara/osc)