Tie dye atau teknik mewarnai kain dengan mengikat dan mencelup kembali populer di tengah pandemi Covid-19. Terdapat sejumlah jenis-jenis tie-dye yang banyak disukai.
Setiap jenis, memiliki perbedaan baik dari segi cara atau teknik yang digunakan maupun warna yang dihasilkan. Beberapa jenis tie-dye berkembang di era modern, sebagian lain sudah digunakan turun temurun sejak ratusan tahun lalu.
Beberapa jenis tie dye berkembang di daerah tertentu, melekat dengan budaya masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Shibori dianggap sebagai teknik pewarnaan paling kuno yang berkembang di Jepang sejak abad ke-8. Teknik ini menggunakan lipatan kain yang rumit dengan benang sehingga menghasilkan motif yang detail dan rumit.
Salah satu corak yang identik dengan shibori adalah titik-titik dan garis yang rumit.
Teknik ini tidak menggunakan lipatan kain. Kain dicelupkan dalam pewarna lalu didiamkan sehingga warna perlahan naik ke kain dan menimbulkan efek ombre.
Teknik stripe dilakukan dengan melipat kain lali menambahkan ikatan untuk menahan pewarna. Warna yang dihasilkan dari teknik ini adalah garis-garis putih.
![]() Infografis Cara Membuat Tie Dye Spiral |
Spiral merupakan teknik tie dye paling umum yang dilakukan dengan memelintir kain menjadi lingkaran dan mengikatnya. Hasilnya, berupa corak spiral.
Di Indonesia, teknik tie dye identik dengan sejumlah teknik pewarnaan kain tradisional yang berkembang di sejumlah daerah. Di Jawa teknik ini terkenal dengan nama jumputan.
Jumputan dilakukan dengan mengisi, melipat, dan mengikat kain dengan cara tertentu lalu, mencelupkannya pada pewarna. Teknik jumputan menghasilkan corak dan motif yang unik mirip dengan batik.
Lihat juga:7 Pilihan Pewarna Alami untuk Kreasi Tie-dye |