Agama merekam kejadian penyakit menular dalam teks sejarah mereka. Ajaran moral atas teks-teks tersebut bisa menjadi bagian penting untuk menghadapi pandemi Covid-19.
Islam misalnya, memiliki beberapa referensi hadis terkait penyakit. Salah satu yang disebutkan adalah Hadis Sahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Hadis itu berbunyi, "Tha'un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dewan Pakar Pengurus Wilayah Ikatan Sarjana NU (PW ISNU Gorontalo) Muhammad Makmun Rasyid, mengatakan tha'un tidak bisa diartikan seperti Covid-19 tetapi pesan moralnya yang hendak disampaikan adalah menghindari penyakit.
"Kita tidak berlari takdir yang ditetapkan oleh Tuhan tetapi kita berpindah dari takdir yang satu dengan takdir yang lain. Artinya kita tetap menjalankan ini sesuai diperintahkan Tuhan, tetapi tetap menjaga diri untuk selamat. Ke depannya menjaga orang agar tetap selamat, jangan sampai kita mengorbankan diri kita dan memberikan efek ke orang lain," ucapnya dalam talkshow 'Agama dan Mitigasi Covid-19' di Media Center #SatgasCovid19 Graha BNPB Jakarta pada Kamis (10/12).
Agama Buddha juga memiliki riwayat tentang penyakit menular Ratana Sutta (ajaran). Sutta itu menuliskan ada sebuah penyakit melanda Kota Vesali ketika Buddha Gotama masih hidup. Kelaparan menyebabkan kematian, lantas wabah melanda karena jenazah dibiarkan bergelimpangan di berbagai tempat.
Buddha pun datang ke Vesali untuk berdoa bersama. Wabah itu terputus setelah doa dinaikkan.
"Ini pesan moral mengajarkan kepada kita, hidup bukan mencari kesenangan tetapi hidup untuk jangan menjadi susah. Yang namanya mencari kesenangan euforia kesenangan itu, katakanlah pilkada, akan berdampak nantinya menjadi tidak terkendali. Akibatnya melakukan moha, perbuatan bodoh," ucap Ketua Dewan Sangha Walubi, Maha Bhiksu Dutavira Mahastavira.
Sedangkan agama Katolik mencatat berbagai wabah terjadi pada masa Kerajaan Romawi. Wabah tercatat terjadi pada masa Pemerintahan Justinianus I, kaisar Kerajaan Bizantium abad ke-6, berwujud wabah pes yang dikenal sebagai Wabah Justinian. Pandemi ini diperkirakan telah menewaskan antara 30 hingga 50 juta orang.
Rohaniwan Katolik, Fransiskus Xaverius Mudji Sutrisno, mengungkap agamanya tak memandang ini sebagai ujian dari Allah, tetapi sebagai kasih untuk manusia. Kasih ini antara lain mendorong manusia untuk saling bergotong royong menghadapi pandemi Covid-19.
Masyarakat didorong untuk peduli, misalnya melalui kesadaran perilaku 3M sebagai protokol kesehatan. Protokol tersebut meliputi #ingatpesanibu untuk #pakaimasker, #cucitangan pakai sabun, dan #jagajarak hindari kerumunan. Disiplin perilaku ini tak hanya menentukan keselamatan pribadi, tetapi juga orang di sekitar kita.
"Ini untuk saling mengingatkan sekaligus. Kalau kata Ki Hajar Dewantoro, semua jadi guru untuk diri sendiri," ucapnya.
(ayo/rea)