Setelah menjalani isolasi mandiri selama hampir tiga pekan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan masih dinyatakan positif terinfeksi virus corona penyebab Covid-19.
Kendati masih berstatus positif, namun Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) DKI Jakarta, Sri Haryati memastikan bahwa Anies dalam kondisi sehat.
"Sehat. Beliau mengikuti [prosedur kesehatan], didampingi tim kesehatan dan lain-lain," kata Sri saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Selasa (22/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa yang terjadi pada Anies kemudian menimbulkan pertanyaan. Mengapa seseorang yang telah menjalani isolasi mandiri selama tiga minggu tanpa gejala masih tetap ditemukan positif terinfeksi SARS-CoV-2.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya sejumlah penelitian menemukan bahwa umumnya virus ditemukan di dalam tubuh selama 14 hari. Namun, hal tersebut tak jadi satu-satunya jaminan, sebagaimana pada kasus Anies.
"[Meski] tanpa gejala tapi status tes PCR bisa masih positif [pada pekan ketiga]," ujar ahli paru-paru, dr Erlang Samoedro, pada CNNIndonesia.com, Selasa (22/12).
Tak ada faktor spesifik yang bisa memengaruhi hal tersebut. Hanya saja, Erlang memastikan, hasil positif hingga lebih dari dua pekan adalah hal yang wajar terjadi.
"Virusnya mungkin sudah pada mati. Yang terambil dan diperiksa oleh mesin PCR jasadnya saja," jelas Erlang, yang merupakan Sekretaris Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) ini. Artinya, virus yang masih ada di dalam tubuh sudah tak aktif menularkan.
Sejumlah penelitian menemukan, pada jangka waktu 10-14 hari, jumlah virus yang hidup atau aktif ditemukan semakin sedikit.
"Jumlah [virus] yang hidup sudah sedikit sekali. Risiko penularan jauh berkurang, bahkan bisa dibilang tidak menular lagi," jelas Erlang.
WHO sendiri mengungkapkan bahwa infeksi virus penyebab COVID-19 (SARS-CoV-2) dipastikan dengan adanya RNA virus yang terdeteksi melalui pengujian molekuler, biasanya RT-PCR. Deteksi RNA virus tidak selalu berarti seseorang dapat menularkan dan dapat menularkan virus ke orang lain.
Faktor-faktor yang menentukan risiko penularan termasuk apakah virus masih mampu bereplikasi adalah adanya gejala pada seseorang yang terinfeksi, misalnya batuk, yang dapat menyebarkan tetesan infeksius, dan perilaku serta faktor lingkungan yang terkait dengan individu yang terinfeksi.
Biasanya 5-10 hari setelah terinfeksi SARS-CoV-2, individu yang terinfeksi mulai secara bertahap memproduksi antibodi penetral. Pengikatan antibodi penetral ini pada virus diharapkan dapat mengurangi risiko penularan virus.
(els/asr)