LANCONG SEMALAM

Menyingkap Pesona Curug Ciburial, Kembar dan Hordeng

Elise Dwi Ratnasari | CNN Indonesia
Minggu, 07 Mar 2021 10:00 WIB
Jika 'island hopping' bisa dilakukan di Lombok atau Labuan Bajo, maka 'curug hopping' dengan metode trekking mungkin bisa dilakukan di Sentul.
Pemandangan Curug Ciburial, salah satu rute trekking di Sentul. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

Berjumpa dengan si kembar

Puas memanjakan mata di Ciburial, kami beranjak ke curug berikutnya yakni, Curug Kembar. Dari namanya, saya menduga ada dua curug berdampingan. Benar saja, di perjalanan baik Mamet maupun Uje mengamini kalau ada dua aliran curug yang seolah dipisah batu.

Perjalanan memakan waktu sekitar 20 menit dengan jalan 'berpagar' pohon kopi. Saat sudah sampai, saya agak bingung sebab terdengar suara deras air tetapi curug tidak tampak. Rupanya kami harus menyeberang jembatan bambu baru curug terlihat dari balik warung.

Lancong Semalam Curug KembarJembatan bambu. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

Sekali lagi, keberuntungan berkunjung di hari kerja adalah kami tidak perlu bergantian berfoto di atas jembatan. Maklum, jembatan bambu cukup berisiko jika harus menampung beban banyak orang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah menyeberang jembatan bambu, saya musti menyeberang sungai dari aliran curug. Arusnya tidak lebih deras dari curug sebelumnya tetapi tetap disediakan tambang. Saat mendekat, Curug Kembar sebenarnya tidak terlalu tinggi. Namun terdapat kolam tepat di bawah aliran air sedalam sekitar 1 meter.

Lancong Semalam Curug KembarJernihnya air di curug. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

Cantik meski tanpa 'tirai'

Sebentar lagi kami harus menutup perjalanan di Curug Hordeng. 'Hordeng' dalam bahasa setempat berarti tirai. Aliran air yang deras akan membentuk tirai air saat melewati batu besar.

Kami memerlukan waktu 30 menit untuk menuju Curug Hordeng. Jika dibandingkan dengan perjalanan menuju Curug Kembar, menuju Curug Hordeng terbilang lebih menantang. Jalan setapak, terjal dan sangat berisiko jika dilalui tanpa cukup konsentrasi.

Dari jarak beberapa meter, tampak jembatan bambu tanpa pegangan berlatar curug. Karena debit air tidak begitu besar, saya tidak menemukan tirai yang dimaksud. Hanya saja, curug masih terlihat indah dengan air yang bening. Melihat kondisi jembatan, saya cukup ragu melintas.

"Enggak apa-apa Kak, itu kuat kok jembatannya. Banyak yang foto-foto di situ sambil duduk, kakinya ke bawah gitu," kata Uje meyakinkan.

Lancong Semalam Curug HordengJembatan bambu di Curug Hordeng. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

Saya menarik napas panjang, merapal doa dan mulai menginjakkan kaki di jembatan. Dari sini tampak aliran air cukup deras beradu dengan bebatuan. Benar, jembatan bambu ini stabil sehingga rasa cemas saya luntur. Sampai di ujung jembatan, saya berjalan menyusur pijakan batu untuk mendekat ke curug.

Cuacanya memang tidak secerah sesuai harapan. Namun buat saya, tidak hujan saja sudah sangat bersyukur. Sulit dibayangkan dalam kondisi hujan, jalan berbatu bakal licin juga aliran sungai mungkin tambah deras.

Dingin udara juga air membuat saya membayangkan secangkir kopi atau semangkuk mi instan kuah hangat. Yah cukup jadi khayalan sebab warung dekat curug tutup.

Lancong Semalam Curug HordengPemandangan Curug Hordeng saat sepi terus. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

Rasa lapar cukup jadi amunisi semangat perjalanan pulang. Jalurnya cukup berbeda dengan jalur di awal. Jalur ini tidak akan terlalu menurun tajam, malah diwarnai dengan jalan mendatar, area persawahan, kebun singkong, juga area pemukiman.

Sekitar pukul 13.00 WIB kami sampai di area parkir mobil. Hujan mulai turun dan makin deras. Ajaib, pikir saya. Tampaknya alam mengetahui perjalanan kami sudah selesai sehingga air di langit pun tidak ditahan-tahan lagi.

(ard)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER