Mencicipi Sajian Ulat demi Pangan yang Berkelanjutan
Konsep makanan berkelanjutan tengah naik daun di tengah masyarakat. Salah satunya adalah menjadikan serangga, termasuk ulat, sebagai salah satu bahan pangan sehari-hari.
Tengok saja yang dilakukan koki asal Paris, Prancis, Laurent Veyet. Dia menyajikan udang dengan ulat tepung atau ulat Hong Kong, serangga renyah di tengah sayuran, dan belalang berlapis cokelat.
"Ini hidangan ideal untuk pemula. Ada beberapa rasa yang sangat menarik. Tak banyak orang yang tidak menyukainya," ujar Veyet, mengutip Reuters.
Pada Januari lalu, Badan Keamanan Pangan Uni Eropa (EFSA) telah menegaskan bahwa ulat Hong Kong layak untuk dikonsumsi manusia. Pada Mei Lalu, EFSA menyetujui penjualan dan peredarannya di pasar.
Serangga memang telah menjadi sajian di sejumlah daerah, termasuk di Asia. Di Indonesia, serangga seperti belalang goreng yang disantap renyah menjadi salah satu pilihan kuliner ekstrem di Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta.
Meski masih dianggap sebagai kuliner ekstrem dan aneh, namun faktanya secara umum serangga menawarkan nutrisi yang berlimpah. Meski ulang Hong Kong terlihat seperti belatung yang menjijikan, namun sebenarnya ia adalah larva kumbang gelap yang kaya protein, lemak, dan serat.
Selain itu, serangga juga bisa jadi pilihan sumber makanan berkelanjutan dan rendah emisi karbon untuk masa depan.
"Saya merasa seperti berada di restoran tradisional. Dan sejujurnya, [sajian serangga] rasanya sangat mirip [dengan makanan biasa]," ujar salah seorang pencicip sajian serangga, Soheil Ayari.
Bahan pangan seperti serangga dan ulat dapat digunakan secara utuh di dalam sajian kari atau salad. Anda juga bisa menggiling ulat dan menjadikannya tepung untuk pembuatan pasta, biskuit, atau roti.
Juru bicara kesehatan dan keamanan pangan Uni Eropa, Stefan De Keersmaecker mengatakan bahwa serangga merupakan makanan bergizi.
"Mereka [serangga] benar-benar dapat membantu kita beralih ke pola makan dan sistem pangan yang lebih sehat serta berkelanjutan," ujar De Keersmaecker.
Kendati demikian, menyajikan serangga sebagai hidangan di meja makan tentu bukan perkara mudah. Bagi Veyet, memenangkan opini publik menjadi tantangannya dalam hal ini. Tak semua masyarakat bisa menerima sajian serangga. Beberapa bahkan masih menganggapnya aneh, menjijikan, dan ekstrem.
Selain itu, mencocokkan rasa serangga dengan makanan lain juga perlu latihan panjang. "Anda harus menemukan rasa yang tepat, pendamping yang tepat," ujar Veyet.
(asr)