Jakarta, CNN Indonesia --
Kopi jahe. Siapa yang tak mengenal nama minuman satu itu? Namun, siapa sangka jika minuman hangat yang terbuat dari campuran kopi dan jahe ini begitu akrab di tengah kebiasaan masyarakat Betawi.
Kopi jahe terbilang sederhana dan bisa dibuat siapa pun di rumah. Namun buat masyarakat Betawi, kopi jahe selalu punya 'tempat' di momen istimewa.
"Dia [istri] selalu ada rebusan ini itu. Lalu, bikin jahe digeprek dicampur kopi. Itu kayak kita mau bikin bumbu pecak gurame, jahenya dibakar dulu," ujar budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra, saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kopi jahe memang punya tempat istimewa bagi Yahya dan masyarakat Betawi lainnya. Kopi jahe biasanya akan dihidangkan saat acara lamaran.
Saat prosesi lamaran berlangsung, pihak laki-laki akan diterima oleh pihak perempuan. Di saat itu pula, keluar suguhan berupa minuman, termasuk teh atau 'syahi' dalam istilah lawas, lalu 'gahwa' atau kopi.
"Aslinya qohwah [dalam bahasa Arab artinya kopi], kalau orang Betawi [Tengah] bilangnya gahwe. Kalau Betawi pinggir, yah, bilangnya ngopi atau ngupi. Mari kita ngupi sama ruti [makan roti]," ujarnya disusul tawa.
Setelah lamaran, dilanjutkan dengan tanda putus atau musyawarah mufakat terkait tanggal pernikahan, tamu yang akan diundang, lalu penentuan mas kawin sesuai kekudang si calon pengantin perempuan. Kekudang merupakan sesuatu yang sangat diinginkan.
Tak diketahui pasti kapan kopi jahe mulai akrab di tengah masyarakat Betawi. Yang jelas, kopi ini selalu hadir dalam setiap prosesi lamaran secara turun temurun.
"[Waktu] pastinya saya belum dapat informasi akurat. Tapi, mengonsumsi koja udah biasa. Saye inget nyak tua atawa nyai atawa nenek selalu siapin ini, selain jamu papak yang disebut sambetan," jelas Yahya.
Namun, satu hal yang pasti, kehadiran kopi jahe dalam lamaran menjadi simbol suasana hangat dan persaudaraan. Apalagi, prosesi lamaran berarti sama pula dengan menyambut calon anggota keluarga baru. Kopi jahe mempererat rasa kekeluargaan.
Simak kisah kehangatan persaudaraan masyarakat Betawi dalam secangkir kopi jahe di halaman selanjutnya.
Kehadiran kopi jahe dalam gelaran ini jadi simbol suasana hangat dan persaudaraan apalagi menyambut calon anggota keluarga baru. Pun acara perkawinan akan menyatukan dua keluarga sehingga kopi jahe semakin mempererat rasa kekeluargaan.
"Rasa hangat kudu dibangun sejak awal interaksi. Tapi bukan cuma hangat, nantinya berpadu juga dalam kebersamaan dan keserasian dalam mendayung bahtera hidup rumah tangga," ujar Yahya menambahkan.
Berbeda dengan kopi jahe rumahan, kopi jahe untuk keperluan istimewa akan diracik secara istimewa pula. Biasanya racikan kopi jahe tidak hanya melibatkan jahe, tetapi juga rempah lain seperti kapulaga, cengkeh, pandan, dan kayu manis. Bahan-bahan ini akan dikeringkan lalu digiling sehingga mudah diseduh bersama kopi.
Elemen Tradisi Budaya Betawi
Terlepas dari kopi jahe, kopi secara umum memang sudah jadi bagian dari tradisi budaya Betawi.
Yahya mengatakan, kopi menjadi salah satu elemen dalam beberapa ritus tradisi Betawi. Ritus ini termasuk sedekah bumi, bersih kota atau bersih kampung, mencuci benda pusaka, salah satu persembahan di meja sajen, acara resepsi pernikahan, juga ritual sebelum pentas kesenian.
"Di kamar bapak kite, tuh, ada meja sajen. Tiap malam Jumat, zaman dulu [ada kepercayaaan] terkait makhluk siluman yang menjaga kampung kita, jaga kebun. Entah siluman macan, gorila. Di meja sajen selalu ada kopi. Kopi jadi media penting dalam ritus masyarakat Betawi," katanya.
Selain kopi, elemen sesajen lainnya yang dihadirkan juga berupa teh, air putih, susu, rujak, dan bunga tujuh rupa.
 Ilustrasi. (dok. Falcon Pictures/Karnos Film) |
Tradisi memberikan sesaji pun masih dilakukan, terutama di gelaran nyadran atau sedekah laut di Jakarta Utara, juga baritan (sedekah bumi) di kawasan Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.
Kopi juga selalu tersaji di meja nyai, sebuah meja yang disediakan di ruangan untuk tamu khusus. Masyarakat masa kini mengenalnya dengan istilah 'ruang VVIP'.
"Tiap grup kesenian mau mentas ada ngukup. Itu upacara memohon bimbingan, keselamatan, rezeki, sumeh-sumeh, penonton seneng, kita juga dilindungi Yang Maha Kuasa. Di situ ada kopi pahit, kopi manis juga," imbuhnya.