Nakes, Korban 'Perang' Covid dan Antrean Ranjang Perawatan

CNN Indonesia
Selasa, 06 Jul 2021 16:40 WIB
Nakes mengistilahkahn para pasien covid seperti para korban perang, datang tak henti-hentinya. Tak sedikit yang sudah dalam kondisi berat hingga harus wafat.
Lonjakan kasus Covid-19 membuat sejumlah tenaga kesehatan kewalahan. Berikut kisah yang dialami para nakes selama berdiri di garda depan. (iStock/Boyloso)
Jakarta, CNN Indonesia --

Tiap detik, juga jadi waktu kritis bagi mereka tenaga kesehatan (nakes) yang berjibaku di garda terdepan pandemi Covid-19. 

Tak hanya berfikir menyelamatkan nyawa pasien, para nakes ini juga harus memikirkan keselamatan diri sebagai pihak yang paling rentan terinfeksi virus corona.

Dokter spesialis penyakit dalam, Yusdeny Lanasakti, merasakan betul ketika pasien Covid-19 tak henti-hentinya datang mencari perawatan selama masa darurat di Indonesia saat ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang pasti sekarang ini kami ancur-ancuran. Di semua lini kami babak belur," kata Yusdeny kala berbincang dengan CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

Di sela waktu istirahatnya, Yusdenny bercerita panjang lebar soal tantangan yang dihadapi. Kala itu, dia baru saja selesai menggantung jas dokter setelah mengerjakan tugas seharian, merawat pasien Covid. 

Tak dapat ruang rawat, obat, fasilitas yang memadai hingga terpaksa merawat pasien bukan di ruangan seharusnya menjadi pil pahit yang harus ia telan bersama para nakes lainnya setiap hari.

Yusdeny ingat betul kegentingan demi kegentingan yang terjadi di tempatnya bertugas, RSUD Bondowoso, Jawa Timur. Maklum, rumah sakit tersebut menjadi satu di antara dua RS yang merupakan rujukan Covid-19 di wilayahnya bertugas.

Bebannya tidak hanya di Bondowoso, tapi dia juga harus melakukan tugas perawatan di salah satu rumah sakit di wilayah Situbondo. Butuh jarak sekitar 50 kilometer yang harus ditempuh setiap malam agar dapat merawat pasien Covid di dua rumah sakit tersebut.

Kendati demikian, baginya jarak mungkin bukan masalah. Namun jumlah pasien yang datang hingga meregang nyawa adalah duka yang tak terbendung. Semenjak pandemi semakin mengganas dalam beberapa hari terakhir, angka kematian di rumah sakitnya pun semakin terus melonjak.

Hampir tiap hari, kata dia, kurang lebih 10 hingga 15 pasien meregang nyawa.

"Di UGD (unit gawat darurat) itu penuh. Kami sampai harus bikin tenda ini, sama lah mungkin seperti di tempat-tempat lain," ungkapnya.

"Satu hari tuh di RSUD saja kematiannya bisa sampai 15 orang. Ini kan yang menerima di Bondowoso kan kota kecil ya," tambahnya lagi.

Dokter dengan spesialisasi internis itu pun tak kuasa menahan kesedihannya ketika melihat kondisi yang mengharuskan pergantian pasien di tempat tidur perawatan ICU (intensive care unit).

Dia menggambarkan, pergantian pasien untuk dirawat dengan fasilitas kedokteran yang rumit itu bergilir ketika pasien lain meninggal dunia. Artinya, seseorang akan mengisi kepergian pasien lain di tempat tidur tersebut. Dan potret tersebut, menjadi intens terjadi dalam beberapa waktu belakangan.

"Ventilator itu antre dan tingkat kematiannya besar sekali," kata Yusdeny.

"Estimasi saya di ruang reguler, ada lebih dari 10 yang membutuhkan ventilator, yang membutuhkan ICU lah. Nyatanya, kapasitasnya cuma lima bed, ibarat ya nunggu giliran lah. kalau yang pakai ventilator sudah meninggal baru masuk lagi yang antre itu," tambahnya.

Detik-detik pasien menghembuskan napas terakhir membuat hatinya miris. Dokter, kata dia, hanya bisa pasrah dan mengakali kekurangan-kekurangan fasilitas kesehatan tersebut untuk mengobati pasien Covid tersebut.

Ironisnya, kematian orang tersebut justru seperti menjadi 'harapan' bagi pasien lain yang memerlukan pertolongan untuk sekadar mendapat tempat tidur perawatan.

Yusdeny, menyayangkan seringkali pasien yang datang ke rumah sakit tersebut sudah dalam gejala berat lantaran tak mendapat perawatan sejak mulai bergejala.

"Istilahnya kayak korban perang ya. Kadang-kadang kan kalau di perang itu kita milih mana yang bisa diselamatkan, mana yang enggak. Sementara kami belum dalam kondisi tersebut, semua pasien tetap dirawat. Tapi ya rata-rata yang berat meninggal," kata dokter

Simak perjuangan tenaga kesehatan lain di halaman berikut.

Duka Nakes, Hidup Bagai Malaikat Pencabut Nyawa

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER