Jakarta, CNN Indonesia --
Selain menerapkan protokol kesehatan, membersihkan area permukaan dan barang-barang juga disebut menjadi salah satu cara mencegah penyebaran Covid-19.
Kendati demikian, pakar penyakit menular dari University of Maryland Upper Chesapeake Health AS, Faheem Younus, mengungkapkan bahwa penyebaran Covid-19 lewat permukaan terbilang langka.
Dia mengingatkan bahwa pemakaian masker dan cuci tangan jauh lebih ampuh dalam mencegah penyebaran Covid-19.
"Covid umumnya menyebar dari orang ke orang, melalui kontak dekat atau udara, di ruang dalam ruangan," ujar Faheem lewat akun Twitter resminya, Selasa (6/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia lanjut mengatakan, "Penyebaran permukaan SANGAT langka. Berhentilah mengkhawatirkan pegangan, gagang pintu, koran, pakaian, bahan makanan. Cuci tangan saja. Fokus di tempat yang penting."
Selain itu, Younus juga menilai bahwa penggunaan disinfektan dinilai terlalu berlebihan.
"Cuci tangan Anda dan belanjakan uang Anda untuk masker," sarannya.
Menanggapi pendapat tersebut, dokter spesialis penyakit yang juga Staf Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi FKUI-RSCM, Sharifah Shakinah mengatakan bahwa apa yang disampaikan Faheem Younus sejalan dengan panduan dari Center for Disease and Prevention Control (CDC) Amerika Serikat.
"Masyarakat dapat terinfeksi oleh SARS-CoV-2 melalui kontak dengan permukaan yang terkontaminasi virus, tapi berdasarkan data epidemiologis dan studi mengenai penularan Covid-19, penularan melalui permukaan yang terkontaminasi bukan rute yang utama," papar Sharifah saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (6/7).
Dia menegaskan bahwa rute utama penularan Covid-19 adalah melalui kontak dengan orang yang terinfeksi dalam jangka waktu tertentu.
"Sehingga yang utama memang tetap dengan 6M dan memperhatikan ventilasi, durasi, dan jarak ketika berinteraksi dengan orang lain. Melakukan disinfeksi permukaan tentu tetap bermanfaat tapi bukan satu-satunya yang utama," ujar Sharifah.
CDC menyebut risiko penularan Covid-19 melalui permukaan yang terkontaminasi ditemukan rendah. Alih-alih mencegah penularan, disinfeksi permukaan justru akan menimbulkan kerusakan.
CDC lantas menyarankan masyarakat lebih baik memperketat protokol pencegahan penularan virus corona melalui udara. Pasalnya, penularan melalui udara ditemukan jauh lebih tinggi ketimbang menyentuh permukaan.
"CDC menetapkan bahwa risiko penularan melalui permukaan yang terkontaminasi terbilang rendah, jika dibandingkan kontak langsung dan aerosol," ujar Kepala Cabang Pencegahan Penyakit yang Ditularkan Melalui Air CDC, Vincent Hill, seperti dikutip CNN.
Simak pemaparan lebih lanjut terkait penelitian soal disinfektan dan bahayanya di halaman berikut.
Meski terbilang rendah, risiko penularan melalui menyentuh permukaan yang terkontaminasi ditemukan meningkat di dalam ruangan. Di luar ruangan, lanjut Hill, sinar matahari dan faktor lain dapat membantu menghancurkan virus.
Hill juga mengatakan bahwa virus mati atau non-aktif dengan cepat pada permukaan berpori. Namun, virus dapat bertahan lebih lama pada permukaan yang keras.
Namun, bukan berarti Anda disarankan untuk berhenti melakukan disinfeksi. Disinfeksi masih tetap perlu dilakukan dalam kondisi tertentu.
Penelitian menunjukkan bahwa penularan melalui menyentuh permukaan lebih mungkin terjadi dalam 24 jam pertama setelah seseorang terinfeksi.
Artinya, jika ada anggota keluarga di rumah yang diketahui terinfeksi SARS-CoV-2 dalam 24 jam terakhir, maka disinfeksi rumah perlu dilakukan. Pasalnya, tingkat penularan dalam rumah tangga dengan keberadaan anggota keluarga positif Covid-19 ditemukan lebih rendah saat rumah telah didisinfeksi.
"Jadi, menjaga permukaan tetap bersih dengan melakukan disinfeksi bukannya buang-buang waktu. Hanya saja, perlu diingat bahwa disinfeksi bukan satu-satunya cara penting untuk mengurangi risiko," kata CDC. Imbauan itu dikeluarkan CDC dalam rangka memperbarui panduannnya terkait disinfeksi permukaan di lingkungan komunitas atau publik.
Dalam beberapa situasi, lanjut Hill, membersihkan permukaan dengan menggunakan sabun atau deterjen sudah cukup untuk mengurangi risiko penularan.
"Cairan disinfektan tidak terlalu diperlukan. Kecuali jika ada orang yang terinfeksi dan telah berada di rumah dalam 24 jam terakhir," kata Hill.
Pembersihan, ujar Hill, juga harus fokus pada area-area yang sering disentuh seperti gagang pintu dan sakelar lampu.
Disinfektan Bisa Berbahaya
Alih-alih membersihkan, terlalu sering menggunakan disinfektan juga bisa berbahaya. Penyelidikan menunjukkan bahwa beberapa orang tak sengaja meminum, menghirup, atau menyemprotkan disinfektan ke kulit mereka tanpa pengetahuan mengenai disinfektan itu sendiri. Cara ini dapat menimbulkan kerusakan serius pada tubuh.
Hill mengutip penelitian CDC pada 2020 lalu yang memperlihatkan bahwa hanya 58 persen orang yang tahu bahwa cairan pemutih tidak boleh dicampur dengan amonia. Campuran keduanya akan menciptakan gas beracun yang berbahaya bagi paru-paru.
Sementara, 19 persen responden mencuci produk makanan dengan pemutih yang berisiko merusak tubuh jika dikonsumsi karena bersifat toksik. Sebanyak 18 persen menggunakan pembersih rumah tangga atau cairan disinfektan pada kulit telanjang, yang juga berisiko menyebabkan ruam dan luka bakar.
"Metode disinfeksi dapat membuang-buang waktu atau bahkan berisiko jika tidak dilakukan dengan tepat," ujar CDC dalam panduan terbarunya.
Efektivitas metode disinfeksi permukaan patutnya dijadikan alternatif pencegahan seperti gelombang ultrasonik, radiasi UV, dan cahaya biru LED yang berpotensi menonaktifkan virus.