Wawan juga memberikan catatan bahwa masih ada akibat lanjutan dari cedera saraf tulang belakang yang perlu menjadi perhatian, di antaranya:,
Pasien bisa kehilangan kemampuan merasa (misal membedakan suhu) dan tidak bisa merasakan nyeri atau sakit sebab sel saraf yang mati tidak bisa beregenerasi.
Lengan, tangan, atau tungkai juga kaki menjadi lemah hingga lumpuh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terjadi gangguan buang air kecil, buang air besar, suhu tubuh, tekanan darah, dan sirkulasi darah. Pada pria, penis tidak bisa ereksi. Kesulitan bernapas sangat mungkin terjadi pada kasus cedera di atas tulang leher bagian atas.
Ini terjadi saat kelumpuhan membuat pasien lama berbaring atau duduk sehingga timbul luka karena tubuh menekan alas tidur. Luka berisiko membuka jalan untuk infeksi (biasanya sistem paru-paru dan saluran kencing), bahkan dalam beberapa kasus bisa mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan mengancam nyawa.
1. Pada fase akut, dokter akan memastikan apa cedera mempengaruhi pernapasan atau detak jantung.
2. Cek kondisi fungsi saraf tulang belakang dengan pemeriksaan fungsi sensorik (sentuhan, nyeri, rasa sakit di kulit), fungsi motorik (menggerakkan tangan, kaki, jari-jari), dan fungsi otonom (buang air besar, buang air kecil dan pada pria dicek penisnya).
3. Tes pencitraan seperti, rontgen atau X-Ray, CT Scan, dan MRI.
4. Elektromiogram (EMG), ini jarang dilakukan. Pemeriksaan bertujuan untuk memeriksa aktivitas listrik di otot.
1. Operasi terutama operasi darurat untuk mengatasi patah tulang belakang dan mengetahui kerusakan sumsum tulang belakang termasuk pembekuan darah atau kerusakan jaringan di sekitarnya.
2. Pengobatan dengan kortikosteroid. Beberapa penelitian menunjukkan kortikosteroid bisa membantu kondisi cedera jika terjadi kondisi spinal shock (kondisi akibat cedera saraf tulang belakang yang parah).
3. Operasi terjadwal dengan tujuan hanya memperbaiki stabilitas tulang belakangnya meski kerusakan saraf sifatnya sudah permanen.
"Tujuan jangka panjang dari perawatan cedera tulang belakang meliputi, meningkatkan kemandirian dan kualitas hidup, mengurangi risiko kesehatan kronis, dan memulihkan beberapa fungsi saraf pada cedera parsial," kata Wawan.
Risiko kesehatan kronis atau komplikasi jangka panjang termasuk, tubuh kesulitan mengatur tekanan darah dan suhu tubuh, risiko masalah jantung atau paru, kehilangan kontrol kandung kemih atau usus, kelumpuhan pada lengan atau kaki, sakit terus-menerus, spastisitas (kondisi otot yang berkontraksi terus-menerus) dan disfungsi seksual.
"Ya, jika yang terjadi adalah cedera sumsum tulang belakang yang komplet, cacat atau kelumpuhannya permanen," katanya.
Efek cedera bisa jadi tidak permanen dalam artian hanya sebagian saraf sensorik, motorik atau otonom yang rusak sehingga memungkinkan beberapa fungsional dari waktu ke waktu.
Oleh karenanya, penanganan cedera saraf tulang belakang harus dilakukan cepat dan tepat.
Di sini yang lebih pas diungkapkan adalah mengurangi risiko cedera. Yang bisa dilakukan antara lain:
- mengemudi mengenakan sabuk pengaman lengkap (baik pengemudi maupun penumpang)
- menghindari bahaya jatuh dari tangga atau di lantai licin
- mengenakan alat pelindung saat olahraga tertentu
- menghindari aktivitas fisik ekstrem pada orang usia lanjut dan perempuan yang sudah menopause.