Beberapa label tak perlu membayar sejumlah dana karena mendapatkan dukungan dari sponsor. Namun, memang ada juga yang harus mengeluarkan kocek sendiri selayaknya gelaran fashion week lainnya.
"Bahkan ada [brand] yang free karena di-support sponsor. Dan Rp500 juta itu harga ideal yang sudah dimasukkan perincian dan benefit serta store 10 hari dengan kebutuhannya," papar Temi.
Salah seorang perancang busana yang turut berangkat ke Paris, Yanti Adeni, menampilkan salah satu koleksinya yang bertema Geprek Bensu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koleksi itu merupakan hasil kerja sama sang desainer dengan Geprek Bensu. Koleksi itu hadir dengan busana warna putih dengan detail cabe dan beberapa tulisan seperti 'hot', 'crispy', 'tasty', dan lain-lain.
Atas kehadiran busana itu, masyarakat pun lagi-lagi melontarkan komentar sinis.
Namun, Temi berdalih bahwa kolaborasi fesyen dan makanan sudah menjadi hal yang lumrah. Tak aneh jika Yanti Adeni mengeluarkan busana bertema ayam geprek.
Temi justru mengomentari kebiasaan masyarakat yang tidak bisa melihat suatu hal secara menyeluruh. Dia menyebutkan bahwa Yanti Adeni mengeluarkan 10 karya, tapi hanya satu yang menjadi pembahasan. Sementara 9 karyanya yang mengangkat khazanah Bangka Belitung tidak diperhitungkan.
"Sangat tidak fair untuk desainer. Jika tidak suka, boleh, karena itu selera. Tapi, menjelekkan rasanya kurang elok," ujar Temi.
Di luar itu semua, Temi hanya ingin segala kesalahpahaman ini berakhir. Dia menjelaskan bahwa gelaran serupa during Paris Fashion Week itu dilakukan setiap tahun.
Sejumlah desainer dari Indonesia, termasuk Harry Halim, juga telah beberapa kali menggelar show off-schedule dengan EO yang sama.
"Jadi, kami ingin clear aja. Kasihan brand yang baru memulai langkah jika treatment-nya berbeda," pungkas Temi.
(asr)