Belasan mama berkumpul di sebuah balai pertemuan. Senyum tersungging dari wajah mereka, meski panas matahari cukup terik di Desa Rateoru, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.
'Mama bambu', begitu mereka disebut. Bukan tanpa alasan nama itu disematkan, mereka punya tekad untuk melestarikan pohon bambu di wilayahnya.
Tekad mereka itu turut didorong oleh Yayasan Bambu Lestari (YBL), organisasi yang bertujuan untuk melestarikan pohon bambu di wilayah NTT, bahkan Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Getrudis Mbere, salah satu mama bambu, mulanya mengaku tak percaya soal manfaat pohon bambu. Kala itu, pemerintah desa setempat mengundang para ibu memperkenalkan konsep pembibitan bambu.
"Kami kaget, karena mustahil bambu, kok, bisa dibibit," kata wanita yang akrab disapa Mama Egi ini, saat ditemui CNNIndonesia.com.
Selama ini, yang mereka tahu hanyalah bibit tanaman perkebunan yang menjadi mata pencaharian mereka. Sebut saja kakao, kopi, dan lainnya.
Sosialisasi pembibitan bambu di tengah masyarakat tentu bukan perkara mudah. Seiring berjalannya waktu, jumlah orang yang turut aktif mengikuti pertemuan kian berkurang.
Tak hilang akal, YBL melancarkan berbagai 'jurus' untuk menarik minat para mama di Desa Rateroru. Salah satunya dengan memberikan ponsel bagi para mama untuk berkomunikasi.
"Kami selama ini tahunya cuma handphone Nokia," kelakar Mama Egi.
YBL juga memberikan uang sebesar Rp1,5 juta sebagai modal awal bagi para mama untuk proses pembibitan. Tak ayal, tekad para mama bambu pun tergugah.
Proses pembibitan pun mulai berjalan. Para mama harus menerobos hutan, naik turun bukit, untuk mencari bibit bambu terbaik. Tak jarang juga tangan terluka saat proses pengambilan bibit.
![]() |
"Dapat uangnya gampang, tapi cari bibitnya susah. Tangan kami ini hancur karena kena parang, kena bambu," ucap Mama Egi.
Cerita sama juga dialami oleh Lordes Bhaya, salah satu mama bambu dari Desa Wolowea, Kabupaten Nagekeo, NTT. Meski sempat ragu, namun kini Lordes getol melakukan pembibitan bambu meski proses yang harus dilalui terbilang sulit.
"Kesulitan yang kami hadapi waktu pengambilan, bibit yang kami ambil itu lumayan jauh. Kami harus berjalan kaki sekitar dua sampai tiga kilometer mendaki ke kawasan hutan," ungkapnya.
Proses yang sulit ini pun membuahkan hasil. Lordes mengaku setiap mama di desanya kini mampu menghasilkan hingga 8 ribu bibit bambu dan mengantongi uang hingga Rp20 juta.
Bibit bambu itu, kata dia, tak hanya mereka kirim ke daerah lain sesuai permintaan. Tetapi juga mereka tanam di sekitar aliran sungai demi menjaga kelestarian alam.
"Satu hari kami bisa menanam sampai 10.000 bibit di daerah aliran sungai di desa ini," terang Lordes.
Lihat Juga : |
Koordinator YBL untuk Kabupaten Ende, Anita Yuyun mengamini bahwa memang tak mudah untuk mengajak para mama melakukan pembibitan bambu. Apalagi masyarakat setempat punya kebiasaan menebang bambu untuk membuka lahan demi menanam pohon lain yang dianggap lebih bercuan.
"Bambu ditebang dianggap hama, karena dianggap mengganggu, karena memang tidak ada sesuatu yang mereka dapatkan dari bambu," ucapnya.
Padahal, kata Anita, bambu punya sejumlah fungsi. Misalnya dari sisi ekologi, bambu dapat membantu pemulihan lahan kritis, menyimpan air, hingga memberikan kestabilan pada lahan yang rawan longsor.
Dari sisi ekonomi, bambu juga dapat menjadi salah satu sumber penghasilan. Bambu dapat dipanen secara rutin dan dijadikan bahan untuk mebel dan lainnya.
Upaya pembibitan bambu di Desa Rateroru dimulai pada 2021 lalu. Di tahun itu, para mama mampu menghasilkan hingga 400 ribu bibit bambu.
Sebagai bentuk apresiasi, YBL memberikan insentif sebesar Rp2.500 untuk setiap bibit bambu yang dihasilkan.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya..