Jernih air Sungai Bahorok di Bukit Lawang, Kabupaten Langkat, menyambut saya pada suatu siang, pertengahan Januari lalu. Cuaca cukup hangat dengan suhu berkisar 28 derajat celcius, sementara di malam hari temperaturnya turun menyentuh 20 derajat.
Aliran air sungainya yang hijau tosca dan deras mengundang saya untuk menceburkan diri, melepas lelah perjalanan 96 kilometer dari Kota Medan.
Puluhan kilometer yang harus ditempuh sebagai awalan petualangan selama satu bulan di tanah Batak.
Ya, saya memang satu bulan menjajal Sumatera Utara, karena provinsi ini bukan sekadar Danau Toba. Ada banyak kepingan ‘surga’ tersembunyi di pulau seluas 72.981 kilometer persegi tersebut. Mulai dari sejarah suku Batak, budaya, hingga alam yang memesona yang menjadi rumah bagi hewan-hewan langka dunia.
Kepingan surga itu tersebar di antara 33 kabupaten/kota yang ada di Sumatra Utara, dari bagian utara di perbatasan Aceh hingga ke bagian selatan di perbatasan Sumatra Barat.
Di atas kertas, perjalanan awal dari Kota Medan ke Bukit Lawang seharusnya singkat dan bisa ditempuh dalam dua jam, tapi jalan yang rusak, berlubang, dan penuh bebatuan membuat waktu lebih panjang. Jalanan mulus beraspal hanya terbentang sekitar 70 km dari Kota Medan.
Setelahnya, harus ekstra hati-hati dan selalu siap mengurangi pijakan gas. Apalagi, banyak warga setempat yang membiarkan hewan ternak mereka berkeliaran di jalanan, di pinggir hutan pohon sawit yang membentang sepanjang perjalanan.
Setibanya di penginapan, saya melemparkan tubuh di atas kasur empuk. Saya memilih Indra Valey Inn untuk menghabiskan beberapa malam di Bukit Lawang. Penginapan sederhana seharga Rp200 ribu per malam yang menawarkan pemandangan persis di samping Sungai Bahorok.
Lelah menggerogoti otot dan tubuh setelah mengangkat koper dan berjalan sejauh 1 km dari parkiran umum ke dalam gang penginapan di Jalan Bukit Lawang. Ya, memang, penginapan di Bukit Lawang, baik yang harganya puluhan ribu atau ratusan ribu rupiah, terletak di dalam gang, bersatu dengan deretan rumah-rumah penduduk. Persis seperti melewati gang-gang perkampungan di Jakarta. Bedanya, udara di sini benar-benar sejuk dengan riuh suara aliran deras sungai.