Jakarta, CNN Indonesia --
Banyak orang menganggap Cirebon hanya soal udang. Padahal jika ditelisik lebih dalam, Cirebon memiliki budaya dan destinasi pariwisata yang cukup beragam.
Wilayah yang berada di pesisir Pantai Utara Jawa ini tak hanya dikenal dengan wisata religi dan kulinernya yang kental, tetapi juga menawarkan kekayaan alam yang potensial.
Sejumlah wisata terdapat di wilayah ini, mulai dari wisata alam yang menawarkan nuansa Bali dengan kemolekan Gunung Ciremai hingga Desa Wisata yang menyimpan potensi yang cukup besar terutama dalam bidang seni dan budaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, di kota ini para wisatawan juga akan dimanjakan dengan sentra oleh-oleh seni kriya berupa batik. Sentra Batik Trusmi yang letaknya berada di pinggiran kota menawarkan berbagai pilihan kain dan pakaian jadi.
Di tengah hiruk pikuk kerjaan, saya berkesempatan melancong ke salah satu kota tersibuk yang menjadi jalur perlintasan dari timur ke barat Jawa atau sebaliknya. Pagi itu matahari mulai tampak dari ufuk timur. Semburat biru diwarnai cahaya kekuningan menghiasi langit kota Jakarta. Menggunakan bus berkapasitas 59 seats saya bertolak dari ibu kota.
Kampung Sabin
 Kampung Sabin, Cirebon. (Foto: Dok. Istimewa) |
Perjalanan dari ibu kota menuju Kampung Sabin yang berada di kawasan Kota Baru Keandra, Sindangjawa, Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat memakan waktu sekitar 5 jam.
Mengintip dari tirai jendela bus, panorama Kampung Sabin tampak dari kejauhan. Suasana Ubud, Bali langsung terasa saat pertama kali menapakkan kaki di tempat ini.
Kampung Sabin merupakan sebuah restoran wisata yang memiliki konsep Cirebon rasa Bali. Konsep ini dipilih dengan tujuan untuk mengakomodir warga Cirebon yang rindu berlibur ke Pulau Dewata, namun terhalang pandemi Covid-19.
Untuk masuk ke area persawahan nan hijau ini, pengunjung cukup membayar Rp20 ribu untuk hari biasa dan Rp30 ribu saat akhir pekan.
Berbagai ornamen seperti gapura, hiasan kain bermotif kotak hitam putih dan payung tedung dipasang sedemikian rupa seperti suasana di kampung-kampung yang berada di Pulau Bali.
Pengunjung dapat bersantai sembari menikmati hamparan padi menghijau berlatar belakang Gunung Ciremai di sejumlah gazebo bambu yang tersebar di area itu. Pengunjung juga dapat berswafoto di beberapa spot yang sudah disediakan.
Sambil duduk di salah satu gazebo, saya mendapat informasi dari salah satu pengelola bahwa ornamen bambu yang mendominasi tempat wisata ini bertujuan agar nuansa Kampung Sabin lebih terasa alami sesuai dengan suasana pedesaan.
Kampung Sabin tak hanya menawarkan wisata alam, tetapi juga terdapat wisata kuliner yang tak kalah menarik. Masakan nusantara hingga western tersedia di sini. Untuk makanan dan minuman, harga yang ditawarkan sekitar Rp30 ribu.
Nasi campur Bali menjadi menu andalan di restoran wisata satu ini. Menu ini telah diracik sedemikian rupa menyesuaikan lidah warga lokal, khususnya Cirebon. Sate lilit khas Bali juga tersedia di sini.
Lokasi wisata yang memiliki luas tiga hektare ini dalam perawatannya mulai dari penanaman hingga panen terbagi dalam tiga sampai empat tahap sehingga sawah tetap terjaga keasriannya dan tak langsung gundul.
Desa Wisata Gegesik Kulon
Usai bermain-main dengan alam, saya melanjutkan perjalanan di kota udang menuju Desa Wisata Gegesik Kulon. Jaraknya sekitar 27 KM dari Kampung Sabin.
Desa yang memiliki luas 402 hektare ini berada di wilayah Kabupaten Cirebon bagian barat. Desa wisata Gegesik Kulon memiliki potensi yang cukup besar dalam bidang seni dan budaya.
Bahkan pernah meraih Juara 2 Desa Wisata Terbaik dalam kategori Konten Kreatif pada ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021 yang diadakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Keberhasilan itu tak terlepas dari budaya tradisional yang menjadi ciri khas tersendiri bagi Desa wisata satu ini. Hal itu dapat dilihat dari setiap kedatangan para wisatawan ke Desa Wisata Gegesik Kulon yang selalu disambut dengan Tari Topeng Lima Wanda dan Rampak Kendang.
Suasana meriah langsung terasa ketika lenggak-lenggok para penari topeng diiringi tabuhan kendang. Para penari tampak menggunakan topeng yang berbeda-beda. Tiap topeng yang digunakan oleh para penari memiliki ciri khas atau karakteristik masing-masing.
Seperti topeng panji yang melambangkan kesucian bayi yang baru lahir, topeng samba menggambarkan tentang seseorang yang sedang memasuki fase kanak-kanak, topeng rumyang menggambarkan seorang remaja, topeng patih menggambarkan seseorang yang memiliki sifat tegas dan juga berbudi luhur, serta topeng kelana menggambarkan seseorang yang mempunyai sifat pemarah dan angkara murka.
Desa ini memiliki agenda khusus untuk melestarikan kesenian dan kebudayaan yakni dengan mengadakan tradisi Mapag Sri setiap tahun. Tradisi ini dilakukan dalam rangka menyambut panen raya. Selain itu, ada pula sedekah bumi sebagai lambang rasa syukur pada alam, dan barikan untuk menolak bala. Pada puncak perayaan, kasenian wayang kulit ditampilkan.
Saya berkesempatan untuk melihat proses pembuatan wayang kulit sembari berbincang dengan sang empu, Ki Sawiyah. Kami bercengkrama di teras rumah yang difungsikan sebagai studio pembuatan wayang mulai dari pengukiran hingga pewarnaan.
Dalam pembuatannya, Ki Sawiyah memanfaatkan kulit kerbau betina yang didatangkan dari Sukoharjo, Jawa tengah. Menurutnya, kulit kerbau betina memiliki kualitas yang lebih bagus daripada kulit kerbau jantan. Selain itu, juga memiliki tekstur yang lembut sehingga gampang untuk dibentuk. Seekor kerbau dapat digunakan untuk membuat 10-15 wayang berukuran kecil. Sementara wayang ukuran besar, satu kerbau bisa untuk enam hingga tujuh wayang.
Pria 73 tahun ini biasanya membeli kulit basah yang kemudian ia jemur sendiri hingga kering. Meski jarinya kini sudah keriput, namun ia tampak masih begitu lincah membuat pola dan mengukir wayang-wayang itu. Untuk membuat satu wayang, Ki Sawiyah membutuhkan waktu 20 hingga 30 hari tergantung tingkat kerumitan tatahan.
Adapun untuk ukuran tiap-tiap wayang memiliki pakem tersendiri seperti wayang ukuran kecil yang dinamai sebagai Kidang Kencana, wayang pertengahan disebut Asmara Wulan, dan wayang besar diberi nama Mega Mendung.
Sejak tahun 1965 Ki Sawiyah menggunakan cat serbuk yang diracik sendiri sebagai bahan pewarna wayang. Namun, belakangan ia beralih ke cat akrilik lantaran pengaplikasiannya lebih mudah. Selain itu, ia juga menggunakan cat tembok bermutu tinggi.
Sentra Oleh-oleh Batik Trusmi
 Batik Trusmi khas Cirebon. (Foto: CNN Indonesia/Endro Priherdityo) |
Puas berwisata, saya memilih belanja oleh-oleh khas Cirebon sebelum pulang. Sentra oleh-oleh Batik Trusmi menjadi lokasi yang saya tuju. Jaraknya cukup jauh dari Desa Wisata Gegesik Kulon.
BT Batik Trusmi berada di Jalan Trusmi No.148, Weru Lor, Kecamatan Plered, Cirebon. Saya menempuh waktu sekitar satu jam untuk sampai ke sana.
Terdapat beberapa showroom yang menjual produk batik di Kawasan Batik Trusmi. Beragam showroom ini menjadikan adanya pilihan bagi para wisatawan untuk belanja.
Beragam jenis batik dengan variasi motif dan harga tersedia pada showroom yang berada pada kawasan ini. Jenis batik yang ditawarkan mulai dari batik tulis, batik cap, dan batik printing.
Selain itu, di kawasan Batik Trusmi juga terdapat beragam kerajinan tangan. Ada juga berbagai jenis kudapan khas Cirebon yang dapat dijumpai di tempat ini, seperti empal gentong, nasi jamblang, dan tahu gejrot.
Dari berbagai pilihan, saya merogoh kocek sebesar Rp50 ribu untuk membeli daster sebagai buah tangan, melengkapi tentengan saya di ibu kota.