Jakarta, CNN Indonesia --
Banda Neira--masyarakat setempat menyebutnya Banda Naira- merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Maluku Tengah. Daerah ini merupakan ibu kota administratif Kecamatan Kepulauan Banda, Provinsi Maluku Tengah.
Kepulauan ini menggugus 11 pulau vulkanik: Banda Besar (dulu dikenal dengan nama Lonthor), Neira, Hatta, Sjahrir, Gunung Api, Ay, Run, Nailaka, Manukang, Batu Kapal dan Karaka. Empat pulau terakhir dibiarkan tidak berpenghuni.
Dari wilayah mungil ini, Nusantara dikenal oleh Eropa pada abad ke-16. Saat itu Kepulauan Banda merupakan salah satu, atau bahkan satu-satunya daerah penghasil rempah Pala. Berkat rempah tersebut, bangsa Eropa menjadi kaya raya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai daerah tertua dalam riwayat Nusantara, Banda Neira menyimpan banyak peninggalan bersejarah. Level kolonialisme di Kepulauan Banda boleh jadi paling maksimal yang pernah dilakukan Bangsa Belanda. Bahkan, daratannya yang tak lebih dari 60 kilometer persegi pun hingga dijaga ketat dengan sedikitnya 12 benteng bikinan Belanda hingga Portugis.
 Infografis - Benteng dan Kapling Kebun Pala di Banda Neira |
Di antara belasan benteng peninggalan Belanda tersebut, kini sedikitnya dua hingga tiga benteng yang terawat baik dan bisa dijadikan tempat berkunjung para wisatawan.
Berikut rangkum jejak peninggalan benteng Belanda di Kepulauan Banda, yang sempat disinggahi CNNIndonesia.com:
Benteng Nassau
 Benteng Nassau terletak di Desa Nusantara, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah. CNN Indonesia/Safir Makki |
Portugis merupakan bangsa Eropa pertama yang mendarat di Banda, yakni pada 1512. Kala itu mereka mendirikan benteng yang terbuat dari kayu di lokasi yang kemudian menjadi Benteng Nassau.
Pada akhir abad ke-17, Belanda datang dan mulai menggerus eksistensi Portugis di pasar rempah-rempah. Benteng Nassau diambil alih.
Artinya, Benteng Nassau merupakan benteng pertama yang dibangun oleh Bangsa Belanda di Banda Naira. Benteng ini dibangun pada 1607 di bawah kepemimpinan Admiral Verhoef.
Benteng Nassau dikenal juga dengan sebutan benteng air. Hal ini lantaran Nassau dikelilingi parit sebagai perisai alam, juga tempat kapal keluar masuk benteng menuju pelabuhan lama di Neira.
Letaknya yang berada di pesisir pantai, menjadikan Benteng Nassau sebagai labuhan kapal-kapal pengangkut rempah. Benteng ini juga difungsikan sebagai gudang penyimpanan rempah-rempah sebelum diangkut oleh kapal dagang Belanda.
Di sisi-sisi benteng dibangun parit besar yang di dalamnya mengalir air laut. Parit-parit berfungsi sebagai akses masuk kapal-kapal yang akan melakukan bongkar-muat dari dan ke dalam benteng. Karena dikelilingi oleh parit yang digenangi air laut, maka Benteng Nassau ini juga dikenal sebagai "waterkasteel".
Pada tahun 1612 terdapat catatan yang menyebutkan bahwa di Benteng Nassau terdapat 26 meriam, dan 48 bejana yang separuhnya berisi mesiu. Lima tahun kemudian, yaitu pada tahun 1617, pamor benteng ini tersebar ke seluruh pelosok dunia.
 Benteng Nassau. CNN Indonesia/Safir Makki |
Klik untuk selanjutnya Benteng Belgica..
Benteng bernuansa hitam ini berbentuk segi lima. Dikenal sebagai Pentagon-nya Indonesia. Kekhasannya bahkan membuat uang pecahan Rp1.000 emisi terbaru menggunakan gambar bangunan yang menghadap ke Gunung Api Banda tersebut. Benteng Belgica mewakili semua cerita tentang Kepulauan Banda memantik gesekan antara Portugis dan Belanda di Pulau Naira di awal abad ke-16.
Belanda yang diwakili VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) pada 1605 membuat perjanjian dengan masyarakat Banda. Kesepakatan dibuat sepihak: monopoli VOC terhadap komoditi rempah di Banda. Namun masyarakat Banda masih tetap menjual rempah kepada pihak lain. Benteng Belgica didirikan, pendekatan militer mulai dilakukan.
 Benteng Belgica berada di atas perbukitan Tabaleku. CNN Indonesia/Safir Makki |
Usai Portugis tersingkir, pada 1611 VOC membangun benteng di Pulau Neira yang bernama Benteng Belgica I atas perintah Gubernur VOC saat itu Pieter Both. Kemudian dibangun lagi benteng tambahan bernama Benteng Neira di atas Benteng Belgica I. Pada 1660 kedua benteng dibongkar dan diganti dengan benteng baru yaitu Benteng Belgica II.
Pada tahun 1667 Cornelis Speelman mengunjungi Banda dan memerintahkan seorang insinyur Adriaan de Leeuw untuk mendesain benteng yang baru (Benteng Belgica III). Konstruksi benteng ini selesai pada tahun 1673 dan berdiri hingga sekarang.
Benteng Belgica memiliki dua lapisan dinding. Lapisan pertama dari benteng ini tebal satu meter setengah, dengan setiap sisi dinding panjangnya mencapai 40 meter. Tinggi dinding dari benteng ini mencapai 5,4 meter yang di setiap sudutnya terdapat ruang jaga.
 Belgica, sebuah benteng VOC yang dibangun atas perintah Gubernur Jendral Pieter Both pada tanggal 4 September 1611. CNN Indonesia/Safir Makki |
Pada lapis kedua, bagian dalam benteng dibangun untuk markas-markas para serdadu. Di tiap sudutnya terdapat menara setinggi 13,8 meter. Di bangunan kedua ini, ada sekitar 18 ruangan yang bisa digunakan untuk para prajurit atau menyimpan amunisi. Ruangan tersebut memiliki langit yang melengkung. Ukuran ruang terbesar sekitar 8,5 x 3,5 meter dan yang terkecil 6,5 x 3 meter. Benteng Belgica dapat menampung sekitar 400 tentara.
Harga tiket untuk masuk ke Benteng Belgica sebesar Rp 20.000 per orang. Benteng ini buka dari jam 08.00 dan tutup pada jam 17.00.
Benteng Hollandia
 Benteng Hollandia didirikan di pulau Lonthoir/Banda Besar. CNN Indonesia/Safir Makki |
Merupakan benteng yang mungkin dalam kondisi hampir tidak utuh. Benteng Hollandia berada di Pulau Banda Besar dan langsung menghadap Gunung Api Banda. Untuk mencapai benteng ini, wisatawan harus menyebrang ke Pulau Banda Besar dari Pulau Neira. Dibuat pada tahun 1642 berhadapan dengan rumah Gubernur Jenderal VOC (Istana Mini) di Neira.
Awalnya benteng ini bernama Fort Lonthoir. Kemudian nama ini diubah oleh Pieter Vlak menjadi Fort Hollandia. Benteng itu dibangun untuk mengendalikan lalu lintas laut yang melintas selat antara Naira dan Lonthoir, terutama untuk memonitor aktivitas perdagangan pala di jalur laut lonthoir dan neira.
Benteng Hollandia dibangun dari susunan batu andesit, batu karang, dan bata merah yang direkatkan menggunakan kalero (bubuk batu karang yang dihasilkan melalui proses pembakaran), serta tambahan batu ekspos (kotak) pada dinding terluar bastion.
Kondisi benteng kini dalam keadaan rusak dan menyisakan gerbang (main entrance). Sementara sisi lainnya berada pada taraf kerusakan tertinggi atau hilang tak berbentuk. Meski masuk dalam kawasan cagar budaya, tak ada tiket masuk untuk mengelilingi benteng ini. Para wisatawan yang datang biasanya hanya dikenakan tarif parkir yang dibayarkan ke rumah warga sekitar.
Mengunjungi Benteng Hollandia bisa menuntaskan keinginan para wisatawan untuk berswafoto. Spot terbaik benteng ini ialah menghadap Gunung Api Banda di saat matahari tenggelam.
 Pemandangan Gunung Api Banda yang diambil dari Benteng Hollandia. CNN Indonesia/Safir Makki |