Kementerian Kesehatan mengonfirmasi bahwa tiga senyawa kimia pada obat sirop memicu gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) pada anak.
Kemenkes mengecek keberadaan tiga senyawa kimia yakni, etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), dan etilen glikol butil ether (EGBE) lewat tes toksikologi. Tes dilakukan pada 11 pasien balita dan terbukti ada tiga senyawa kimia tersebut.
"Kalau masuk ke tubuh, tubuh melakukan metabolisme dan mengubah senyawa jadi asam oksalat, itu bisa jadi kalsium oksalat, [berupa] kristal kecil dan tajam," jelas Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers pada Jumat (21/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian tim melakukan prosedur biopsi atau tindakan pengambilan sampel dari bagian tubuh untuk mendapatkan jaringan yang diperlukan untuk pemeriksaan mikroskopis. Tim menemukan ginjal pasien rusak karena kalsium oksalat.
Sebelumnya, Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) lewat surat edarannya menyebut ketiganya tidak digunakan dalam formulasi obat. Namun, kenapa senyawa tersebut bisa ada pada obat sirop anak?
Budi menjelaskan EG, DEG, dan EGBE merupakan cemaran dari pelarut tambahan pada obat sirop. Agar obat sirop larut dengan baik, produsen menggunakan polietilen glikol. Sebenarnya, bahan ini tidak beracun.
"Cuma polietilen glikol [kalau] membuatnya enggak baik, dia ada impurities atau cemaran. [Obat pun] mengandung senyawa kimia berbahaya, ya tiga itu [EG, DEG, EGBE]," katanya.
Lihat Juga : |
Jika Anda cek pada label kemasan obat, polietilen glikol tidak dicantumkan sebab bukan merupakan bahan aktif. Senyawa ini digunakan sebagai pelarut tambahan.
Meski berbahaya, bukan berarti tiga senyawa ini sama sekali tidak boleh ada pada obat. Budi menyebut EG, DEG dan EGBE diizinkan ada dalam obat sejauh tidak melebihi batas aman.
Dari surat edaran Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) pada Pengurus Daerah IAI se-Indonesia, keberadaan kontaminan atau cemaran ada ambang batas maksimal.
"[Senyawa] dimungkinkan keberadaannya dalam bentuk kontaminan pada bahan tambahan sediaan sirup dengan nilai toleransi 0,1 persen pada gliserin dan propilen glikol, serta 0,25 persen pada polietilen glikol (Farmakope Indonesia, US Pharmacopeia). Batas nilai toleransi tersebut tidak menimbulkan efek yang merugikan," tulis PP IAI dalam edarannya yang dirilis pada Rabu (19/10).