SD-SMP Surabaya Bebas PR, Benarkah Bisa Hilangkan 'Beban' Anak?

CNN Indonesia
Selasa, 25 Okt 2022 18:45 WIB
Psikolog pendidikan Bernadette Cindy mengatakan bahwa memang sejauh ini PR dipandang dengan cara yang negatif.
Psikolog pendidikan Bernadette Cindy mengatakan bahwa memang sejauh ini PR dipandang dengan cara yang negatif.(White77/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia --

Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya akan membebaskan pekerjaan rumah atau PR mulai 10 November 2022. Bebas PR ini akan diterapkan demi mengurangi beban tugas kepada siswa SD dan SMP.

"Hal ini diterapkan untuk meningkatkan kemampuan para siswa untuk bersosialisasi. Jadi kami sebenarnya untuk PR itu jangan membebani anak. Tapi yang diubah itu PR pembentukan jiwa dan karakter. Jadi saya harapkan anak-anak meskipun ada PR tapi tidak terlalu berat dan banyak, hanya untuk mengingatkan. Tapi yang penting adalah pertumbuhan karakter," ucap Kepala Dispendik Surabaya Yusuf Masruh.

Menurut Yusuf, pola pembelajaran pendalaman karakter ini akan melatih para siswa untuk lebih aktif, mandiri, dan berani memberikan pendapat untuk menciptakan desain atau rencana pengembangan pengetahuan siswa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Anak dilatih aktif untuk membuat proyek. Maka saya siapkan menu ekstrakurikuler yang cocok dengan sekolah dan kondisi anak-anak agar menyenangkan. Bahkan, respons dari teman-teman sekolah sangat setuju karena fokus pada pembentukan karakter siswa," pungkasnya.

Menanggapi hal tersebut, psikolog pendidikan Bernadette Cindy mengatakan bahwa memang sejauh ini PR dipandang dengan cara yang negatif. Contohnya seperti memberikan beban kepada siswa sehingga siswa menjadi stres dan kelelahan, kehilangan waktu bermain dan mengembangkan diri dalam bidang lainnya.

Meski demikian, menurut Bernadette, perlu dilihat bahwa dengan adanya PR dapat memberikan banyak manfaat positif. Di antaranya membantu siswa semakin memahami materi pelajaran, melatih siswa untuk memiliki sikap tanggung jawab, disiplin, manajemen waktu, mengembangkan kebiasaan belajar yang baik, dan mengembangkan regulasi diri.

"Dengan regulasi diri yang berkembang baik, dapat membantu perkembangan diri yang positif hingga ia dewasa. Demikian PR juga dapat menjadi bagian dari proses pembentukan karakter bagi para siswa," kata Bernadette saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (25/10).

Menurutnya, bentuk PR bisa diganti dengan tugas-tugas berbasis proyek yang membuat kegiatan pengerjaan tugas di rumah pun dapat menyenangkan. PR pun juga tidak selalu harus dikerjakan secara individual, bisa pula diberikan tugas-tugas kelompok yang dapat meningkatkan kemampuan anak dalam bersosialisasi dan bekerjasama di dalam tim.

"Selain itu, kuantitas PR perlu dipertimbangkan. Tidak semua materi perlu diberikan PR. PR diberikan jika memang ada kebutuhan," ucapnya lebih lanjut.

"Pertimbangkan pula kualitas sebuah PR, agar para siswa merasakan dampak positif dan esensi dari mengerjakan sebuah PR, bukan menjadi beban. Pemberian PR juga perlu mempertimbangkan usia siswa, tingkat kelas, dan tingkat kesulitan materi," lanjut Bernadette.

Psikolog anak Mira D. Amir pun juga mengutarakan bahwa yang harus dicermati adalah bahwa anak-anak tetap membutuhkan stimulasi pembelajaran dan pendidikan dari lingkungannya.

"Orang tua perlu memberikan anak-anak kesempatan untuk bermain secara konstruktif. Sebagaimana waktu untuk beristirahat dan mengembangkan bakat atau pun minat yang beragam," ucap Mira saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (25/10).

"Jadi harapannya, tidak hanya menghapuskan PR, tetapi kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di sekolah dikembangkan selepas jam sekolah yang mampu mengasah aspek tanggung jawab, kemandirian, dan mengembangkan kecerdasan emosi mereka lebih lanjut."

(del/chs)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER