Napas Baru dari Seonggok Sampah Mode

Baju bekas dan kain sisa dianggap tak lagi punya nilai. Namun jenama Sejauh Mata Memandang memberikan napas baru sehingga mereka 'lahir' kembali dalam koleksi busana teranyarnya.

Jenama yang konsisten dengan konsep slow fashion ini merilis koleksi bertajuk 'Baur'. Seperti namanya, koleksi merupakan hasil bauran kain-kain pre-consumer waste dan post-consumer textile waste. Pre-consumer textile waste berarti kain yang terbuang selama proses manufaktur seperti, kain perca sisa produksi jenama, kain stok mati (deadstock), kain sisa pameran, kain hasil daur ulang.

Kemudian jenama juga memanfaatkan post-consumer textile waste termasuk baju bekas. Baju-baju bekas diperoleh dari program pengumpulan baju bekas sejak September 2021 lalu.

Pendiri dan direktur kreatif Sejauh Mata Memandang Chitra Subyakto menuturkan koleksi ini merupakan kelanjutan dari koleksi 'Daur' dua tahun lalu.

"[Mengolah baju bekas] lebih susah karena sudah jadi baju, kain sudah melar, perlu tambahan tenaga untuk memotong, melepas kancing, resleting, benang-benangnya. Waktunya lebih lama. Setelah itu kain masuk mesin [pencacah], direbus jadi semacam bubur kain," jelas Chitra saat temu media di Chandara Thai Cuisine, Pondok Indah Mall 3, Jakarta Selatan, Selasa (25/10).

Bubur kain lalu diolah dan dipintal jadi benang kemudian ditenun lagi jadi kain. Hasil peleburan aneka jenis sampah mode ini pun dipamerkan dalam gelaran Jakarta Fashion Week 2023.

Sejauh Mata Memandang selama ini dikenal memiliki ciri khas baik dari segi warna maupun motif. Namun koleksi kali ini memberikan nuansa baru lewat warna-warna netral yang didominasi putih. Yang menarik di sini adalah busana dari bauran sampah mode yang memiliki warna unik.

Warna-warna ini mungkin tidak akan Anda temukan di skena warna pada umumnya sebab ada potongan busana berwarna abu-abu tetapi sekilas ada semburat kemerahan dan kebiruan. Ada pula potongan busana berwarna biru tua dengan sedikit semburat putih.

Busana dari pintalan benang 'baru' hadir dalam siluet luaran, gaun panjang, celana palazzo, mantel, overall, dan rok. Potongannya terlihat modern tapi tetap memperlihatkan nuansa Indonesia lewat kebaya putih. Selain itu, busana juga dipadu padankan dengan kemeja putih, crochet bralette, celana pendek, dan tank top.

Chitra mengakui bahwa masih ada kain baru yang dilibatkan dalam koleksi. Pun ia masih memerlukan benang-benang baru demi menguatkan jahitan busana.

"Kami enggak pernah bilang brand kami itu brand yang [menganut] sustainable fashion, tapi lebih ke responsible fashion, produksi yang lebih bertanggung jawab. Kami juga pakai benang baru buat penguat dan berupaya menghindari polyester," katanya.

Sejauh Mata Memandang pun tidak serta merta meninggalkan 'DNA-nya' meski berniat menghadirkan hal baru. Kain-kain hasil bauran sampah mode ini memiliki tekstur yang membentuk ayam. Hewan satu ini selalu hadir dalam koleksi jenama. Kemudian pada busana-busana lain diberi bordir motif khas jenama berupa garis dan titik.

Pertunjukan semakin khusyuk berkat musik racikan Titi Radjo Padmaja. Ia memadukan bunyi-bunyian yang diciptakan alat tenun kain dan alat lain yang digunakan selama pemrosesan kain.

Rasanya pertunjukan akan semakin sempurna jika jenama menyelipkan sedikit cerita di balik busana yang melenggang di runway. Jelang pertunjukan, memang ada sedikit video yang menggambarkan 'kelahiran' koleksi. Namun rasanya pesan koleksi akan lebih sampai pada penonton jika ada potongan-potongan proses dan ada tangan-tangan yang turut berkontribusi pada koleksi.

Mungkin Sejauh Mata Memandang bisa merangkumnya dalam teater atau drama mini di panggung? Membayangkan ada lemparan baju bekas, kain sisa produksi dan kain-kain terlantar yang menjelma jadi look busana apik tentu akan meninggalkan kesan mendalam.