Bukan rahasia lagi, industri fesyen jadi salah satu penyumbang limbah terbesar di dunia. Kebiasaan masyarakat yang mengagungkan fast fashion dan gemar membeli baju baru jadi salah satu biang keroknya.
Survei teranyar yang dirilis Tinkerlust menemukan, sekitar 58 persen orang Indonesia lebih suka membeli produk fesyen yang baru, alih-alih baju bekas.
Laporan berjudul Tinkerlust Impact Report 2022 - Unlocking Fashion Sustainability & Circular Economy itu juga menemukan sekitar 63,46 persen masyarakat Indonesia lebih memilih membeli produk fast fashion. Salah satu alasannya karena dinilai lebih murah dan gayanya yang lebih kekinian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Produk fast fashion itu bahkan tetap dipilih meski responden mengetahui bahwa perilaku tersebut dapat mengakibatkan penumpukan barang dan memperbanyak limbah fesyen di kemudian hari.
"Kami sebagai e-commerce yang bergerak di preloved goods, merasa perlu untuk mensosialisasikan bagaimana sustainable fashion dapat menjadi solusi untuk lingkungan yang lebih baik dan menciptakan circular economy," ucap Samira Shihab, co-founder dan CEO dari Tinkerlust dalam acara jumpa pers di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Laporan ini setidaknya memperlihatkan minimnya kesadaran masyarakat dalam hal fesyen berkelanjutan. Padahal, alih-alih dibuang, sejatinya produk fesyen yang sudah tak lagi dipakai bisa diperjualbelikan sehingga tidak menumpuk.
Tak cuma itu, cara tersebut juga bisa memperpanjang umur produk fesyen yang dimaksud. Usaha memperpanjang produk fesyen juga bisa dilakukan dengan membeli baju bekas, alih-alih memboyong baju baru.
Tinkerlust melakukan jajak pendapat terhadap 665 responden di Indonesia. Jajak pendapat dilakukan untuk mengetahui kebiasaan masyarakat Indonesia dalam membeli produk fesyen, atau lebih luasnya mencari tahu kesadaran masyarakat akan konsep sustainable fashion.
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah mengidentifikasi industri fesyen sebagai industri kedua penyumbang pencemaran lingkungan di dunia. Industri ini diketahui menghasilkan 8 persen dari semua emisi karbon dan 20 persen dari semua air limbah global.
Industri ini juga menyumbang seperlima dari 300 juta ton plastik yang diproduksi setiap tahun dalam skala global.