Pemerintah memastikan mempermudah langkah dokter-dokter di Indonesia yang berasal dari lulusan luar negeri untuk tetap bisa memberi pengabdian di dalam negeri. Salah satunya dilakukan dengan membuka program adaptasi dokter spesialis WNI lulusan luar negeri.
Setelah melalui program adaptasi, pemerintah turut memberikan insentif kepada para dokter tersebut untuk dapat menjangkau sejumlah wilayah di Indonesia.
Seperti diketahui, Kementerian Keuangan menerapkan insentif melalui beberapa kategori berdasarkan lokasi RS penempatan, yaitu: Rp24 juta untuk RS daerah terpencil, perbatasan, kepulauan; Rp12 juta untuk RS Regional Timur (Kalimantan, NTT, Sulawesi, Maluku, dan Papua) di luar Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan dan Rp7 juta untuk RS Regional Barat (Sumatera, Jawa, Bali, dan NTB) di luar Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini dilakukan agar dokter spesialis lulusan luar negeri dapat berbakti di Indonesia dengan tanpa mengurangi kompetensi dan kualitas para dokter," kata Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, melalui keterangannya, Selasa (22/11).
Dia mengatakan, sejak dibuka awal tahun sampai bulan November 2022, ada sekitar 35 orang pemohon program adaptasi dokter spesialis yang berasal dari 8 negara asal pendidikan, yakni Filipina, Jepang, Jerman, Malaysia, Nepal, Rusia, Tiongkok, dan Ukraina.
Seluruhnya berasal dari 9 spesialisasi, yaitu spesialis anak, obgyn, penyakit dalam, bedah, anestesi, dermatologi venerologi, bedah plastik, orthopaedi, dan mata.
"Sudah ada 3 orang dari spesialis orthopedi dan traumatologi sudah lulus uji kompetensi, dan bisa dilanjutkan untuk melakukan adaptasi sesuai wilayah penempatan," ujarnya.
Ketiga nama yang telah dinyatakan kompeten akan bersiap memasuki masa adaptasi di RS penempatan pada bulan November 2022 sampai dengan Oktober 2024, yaitu :
"Ketiganya akan melakukan adaptasi sambil praktik, dan akan didampingi oleh kolegium. Mereka juga akan diberikan insentif," tegas Budi.
Ketua Kolegium Orthopedi dan Traumatologi Indonesia, Prof Dr dr. Dwikora Novembri Utomo, menambahkan pendampingan terhadap para adaptan dilakukan untuk melihat sekaligus mengevaluasi sisi psikomotor mereka. Hal ini mengingat dalam proses uji kompetensi, Kemenkes dan kolegium hanya mengukur dari sisi akademik.
"Selain itu, kita juga masih perlu melakukan memverifikasi asal pendidikan dari para adaptan," ucap Dwikora.
Salah satu adaptan, dr. Anastasia Pranoto, mengungkapkan bahwa seluruh rangkaian adaptasi dokter spesialis WNI LLN mulai dari pendaftaran, pemberkasan, uji kompetensi dan pembekalan berjalan dengan mudah, cepat dan transparan.
"Setelah pembekalan, kami merasa cukup siap untuk melakukan pelayanan kesehatan di Indonesia khususnya di bidang orthopedi dan traumatology. Harapannya kami bisa memberikan sumbangsih dalam transformasi kesehatan yang dilakukan oleh Kemenkes," kata Anastasia.
Menkes menyampaikan apresiasi kepada para pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelenggaraan program adaptasi serta tergabung dalam Komite Bersama Adaptasi yang senantiasa bekerja untuk penyelenggaraan adaptasi.
Menkes juga mengajak semua pihak terkait termasuk diaspora Indonesia yang masih berpraktik di luar negeri untuk membantu mensukseskan program adaptasi dokter spesialis WNI LLN dan berkontribusi aktif dalam pembangunan Indonesia sehat.
(rir)