Jakarta, CNN Indonesia --
Kasus ratusan anak terjangkit tuberkulosis (TBC) di Bantul, Yogyakarta baru-baru ini membuat banyak orang tua cemas.
Pasalnya, TBC merupakan penyakit yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius sehingga harus diobati. Lantas seperti apa pengobatan TBC pada anak?
Dokter spesialis paru Profesor Faisal Yunus mengatakan bahwa terdapat 4 jenis pengobatan TBC atau obat anti tuberkulosis (OAT). Namun, salah satu jenis dari obat tersebut tidak dianjurkan untuk diberikan kepada anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi obat TBC untuk anak itu sama dengan dewasa. Cuman dosisnya saja yang beda," kata Faisal saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (23/12).
Sama halnya dengan obat pada umumnya, pengobatan TBC juga berisiko menimbulkan berbagai efek samping baik yang ringan maupun yang berat. Efek samping ini diketahui dapat bervariasi antar individu dan belum tentu terjadi pada setiap orang yang menjalani pengobatan.
"Obat TBC itu ada 4 macam. Untuk anak seharusnya juga 4, tapi obat TBC itu kan punya macam-macam efek samping ya," lanjutnya.
Berikut 4 macam obat TBC beserta efek sampingnya:
1. Isoniazid
Faisal mengatakan, efek samping dari obat TBC isoniazid yang umum terjadi adalah menyebabkan gangguan hati atau hepatitis dan juga gangguan saraf.
2. Rifampisin
Rifampisin juga merupakan salah satu jenis obat OAT. Obat ini disebut Faisal memiliki banyak efek samping.
"Rifampisin efek sampingnya banyak. Kencingnya warna merah, bisa juga mual-mual, penderitanya juga bisa mengalami gangguan hati, kemudian juga flu yang tak kunjung sembuh," ucapnya.
3. Pirazinamid
Seperti obat-obat sebelumnya, obat TBC pirazinamid juga dapat menimbulkan efek samping gangguan hati.
"Kemudian bisa meningkatkan asam urat. Jadi, yang minum kadang-kadang bisa nyeri di sendi karena asam uratnya tinggi. Pirazinamid juga bisa bikin mual," jelas Faisal.
4. Etambutol
Menurut Faisal, efek samping dari obat TBC etambutol merupakan efek samping yang paling mengganggu. Pasalnya obat ini bisa menyebabkan efek samping gangguan penglihatan. Maka dari itu, Faisal tidak menganjurkan obat ini diberikan kepada anak.
"Orang dewasa bisa mengeluhkan gangguan penglihatan. Jadi kita bisa hentikan pengobatannya. Kalau anak kan tidak mengerti," katanya.
Faisal mengatakan bahwa gangguan penglihatan yang disebabkan oleh konsumsi obat etambutol dapat membaik jika pengobatannya segera diberhentikan.
Ia juga menegaskan bahwa orang dengan TBC harus aktif minum obat selama berbulan-bulan tanpa putus untuk menyingkirkan infeksi dan mencegah resistensi antibiotik. Pengobatan TBC membutuhkan waktu 6-9 bulan, dan terkadang lebih lama tergantung pada keadaan tertentu.
"TBC itu 99 persen sembuh asal dia minum obat teratur, cukup dosisnya, dan tidak lupa untuk minum," tutur Faisal.
Terkadang, lanjut Faisal, efek samping yang disebabkan oleh jenis-jenis OAT membuat orang-orang tidak mau melanjutkan pengobatan. Padahal, mengonsumsi keempat obat tersebut sekaligus bisa membuat kinerja obat lebih efektif.
"Efek samping itu lah yang membuat orang tidak meneruskan pengobatannya atau dosisnya dikurangi. Itu yang bikin mereka tidak sembuh," lanjutnya.