5 Cara Skrining Down Syndrome Pada Anak Sejak Dalam Kandungan

CNN Indonesia
Senin, 27 Feb 2023 20:30 WIB
Dokter Konsultan Fetomaternal FKUI dan dokter di RS EKA Cibubur, Purnawan Senoaji, mengatakan pemeriksaan down syndrome memang seharusnya dilakukan sejak dini. ( iStockphoto)
Jakarta, CNN Indonesia --

Memiliki anak yang sehat secara jasmani maupun rohani adalah impian semua pasangan. Tak ada yang ingin anaknya menderita down syndrome, apalagi baru terdeteksi saat mereka mulai tumbuh dewasa.

Jika down syndrome terlambat dideteksi, tak ada persiapan baik secara fisik, mental maupun materi yang bisa dilakukan orang tua. Tentu hal ini membuat orang tua semakin merasa bersalah dan kesulitan.

Dokter Konsultan Fetomaternal FKUI dan dokter di RS EKA Cibubur, Purnawan Senoaji, mengatakan pemeriksaan down syndrome memang seharusnya dilakukan sejak dini. Sebab, pemeriksaan di usia kehamilan yang sudah besar justru bisa mempersulit deteksi sulit Down syndrome.

Alasannya, ciri-ciri down syndrome pada janin sudah tidak bisa terlihat.

"Tapi kalau sudah usia hamil 7 bulan baru diperiksa, ciri-cirinya sudah nggak bisa dilihat lagi," ujar Purnawan dalam akun TikTok @purnawansenoaji_dr.

Memang ada sejumlah tes yang bisa dilakukan. Berikut jenis-jenis tes untuk mengetahui kondisi down syndrome pada bayi sejak dalam kandungan:

1. Tes darah

Penanda down syndrome ternyata bisa dideteksi lewat darah. Ibu hamil bisa melakukan tes darah sesuai dengan ulasan yang terbit di Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human Development (NICHD).

Para ibu hamil bisa melakukan tes darah dimulai pada usia kehamilan 12 sampai 14 minggu. Tes darah bisa dilakukan berbarengan dengan USG.

2. Pemeriksaan USG

Selain tes darah, USG juga bisa mendeteksi kelainan kromosom yang jadi penyebab down syndrome. Sebaiknya, skrining dengan USG dilakukan di usia kehamilan 11 - 13 minggu 6 hari.

Skrining down syndrome melalui USG ini dilakukan dengan mengamati bagian pundak janin. Menariknya, pemeriksaan ini dapat memberikan detection rate 70 sampai 80 persen.

Pemeriksaanya disebut NT (Nuchal Translucency) Scan, yakni jenis USG optional yang dilakukan di trimester pertama. Dokter nantinya akan melihat bagian belakang leher janin.

Hal itu untuk memastikan ada atau tidaknya ruang di belakang leher yang disebut lipatan nuchal. Jika terdapat kelebihan cairan di area ini, bisa jadi pertanda bayi memiliki kondisi Down syndrome, Patau syndrome, atau Edwards syndrome.

3. Amniosentesis

Tes ini menggunakan sampel cairan ketuban untuk memeriksa kelainan kromosom janin. Biasanya tes ini mulai dilakukan di minggu ke 15 kehamilan.

Tes ini sebenarnya tes lanjutan dari pemeriksaan lainnya. Tes ini juga lebih berisiko daripada dua tes sebelumnya. Sebab menggunakan alat (jarum) untuk mengambil sampel air ketuban.

4. Chorionic Villus Sampling (CVS)

Saat melakukan tes ini, spekulum akan dimasukan ke dalam vagina. Setelahnya dokter akan memasukan tabung plastik ke dalam serviks untuk mengambil sampel jaringan plasenta.

Tes ini memang dilakukan dengan cara memeriksa sel-sel plasenta pada ibu hamil untuk melihat kelainan kromosom yang menyebabkan down syndrom. Tes yang cukup berisiko ini bisa dilakukan pada usia kehamilan 10 hingga 13 minggu.

5. NIPT (Non-invasive Prenatal Testing Test)

Tes ini dilakukan untuk melihat DNA dari plasenta bayi dalam sampel darah. Akurasi tes ini hampir 99 persen. Tes ini juga bisa mendeteksi kelainan lain, seperti Edward syndrome dan Patau syndrome.

Tes dilakukan dengan cara mengambil sampel darah ibu hamil melalui jarum suntik. Kemudian darah tersebut dicek di laboratorium.

KLIK DI SINI UNTUK ARTIKEL SELANJUTNYA

(tst/chs)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK