Sementara itu, psikolog klinis dari CalSouthern University, AS, Nancy Irwin menyatakan, beberapa orang tua kadang mengembangkan princess syndrome pada anak perempuannya tanpa disengaja.
"Princess syndrome adalah sikap yang ditanamkan oleh orang tua pada anak perempuan," tulisnya dalam sebuah artikel di situs web pribadinya.
Ia menyebut bahwa sindrom ini membuat seorang perempuan terbiasa memiliki relasi yang tidak sehat, harga diri yang bergantung pada penampilan dan pembawaan mereka, hak, narsisme, serta memiliki ekspektasi yang tidak realistis. Remaja perempuan dengan princess syndrome merasa bahwa mereka pantas mendapatkan perlakuan bak tuan putri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Irwin juga menguraikan bahwa princess syndrome juga bisa memberikan pengaruh negatif pada hubungan pribadi. Pasalnya, mereka akan merasa layak mendapatkan lebih banyak atau sesuatu yang lebih baik.
'Pengidap' princess syndrome biasanya tumbuh menjadi sosok yang dangkal, tidak mampu berbagi, dan berkompromi. Mereka juga mungkin mengabaikan perasaan atau keterampilan orang lain.
Tak cuma itu, mereka juga mungkin akan sering mengeluh, merengek, dan merasa bimbang karena hal-hal di sekitarnya dinilai belum sempurna.
Dengan kata lain, tak ada hal apa pun yang bisa membuat mereka senang, karena mereka tak pernah belajar untuk menyenangkan diri sendiri.
Irwin menjelaskan, salah satu tanda yang perlu diwaspadai adalah saat seorang anak atau remaja perempuan sering merengek. Selain itu, ada pula beberapa gejala lainnya seperti berikut:
- cemberut,
- perilaku menipu,
- memanipulasi orang lain untuk menyenangkan mereka,
- mencari kesalahan orang lain,
- menindas orang lain secara verbal,
- bersaing dengan perempuan lain untuk mencari perhatian,
- selalu butuh dipuji.