LAPORAN DARI SWEDIA

Wisata di Negeri Pemuja Matahari

Dewi Safitri | CNN Indonesia
Minggu, 11 Jun 2023 19:52 WIB
Bukan hanya terkenal serba efisien, Swedia juga dikenal karena penduduknya yang selalu menyambut kehadiran matahari.
Pemandangan kota Stockholm di tengah musim semi ketika matahari bersinar selama 19 jam dalam sehari. (CNN Indonesia/Dewi Safitri)
Jakarta, CNN Indonesia --

Selama tiga hari berturut-turut, matahari tidak muncul di Stockholm pertengahan Mei lalu. Pagi dimulai dengan gerimis yang muram, diikuti suhu rendah dan langit warna abu-abu.

Padahal mestinya di musim semi, cuaca makin hangat karena matahari terbit selama sekitar 19 jam dalam sehari. Di sana-sini iklan kegiatan musim panas --baju renang, sandal jepit, dan kegiatan outdoor-- mudah ditemukan di baliho luar ruang.

Begitu matahari mulai muncul sedikit di hari berikutnya, jalanan ramai betul dengan lalu-lalang orang. Cuaca masih agak dingin, sedikit di atas 10 derajat, tapi banyak yang cuek saja bercelana super pendek ke mana-mana. Maklum, ini adalah negara pemuja sinar surya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti umumnya negara skandinavia, Swedia mudah ditandai dengan semua hal yang serba efisien: moda transportasi, layanan publik, kemudahan melakukan berbagai hal termasuk untuk orang asing atau wisatawan. Ciri lain di negara ini, terutama di ibukota Stockholm: semuanya serba mahal.

Penginapan, makan-minum, transportasi umum (apalagi taksi!),tiket museum - susah menemukan harga murah.

Karena sempat ketinggalan kabel charger tipe-C untuk ponsel android, seorang teman baik membelikan gantinya. Di Indonesia melalui layanan toko online, benda ini bisa didapat seharga belasan sampai puluhan ribu saja. Di Stockholm, "cukup" bayar 199 SEK atau setara Rp170 ribu.

Yang murah cuma sambungan wifi, yang bisa dengan mudah ditemukan gratis di berbagai tempat seperti super market, hotel, komplek bisnis atau fasilitas pemerintah.

Maklum tingkat penetrasi internet di negara ini diperkirakan mencapai 975 lebih tahun 2023. Artinya, setiap warga negaranya baik yang besar-kecil, tua-muda, bahkan balita, hampir semuanya punya akses digital. Tetap saja, kalau mau pakai akses gratisan di lokasi umum, kalau ada risiko keamanan data, ya tanggung sendiri.

Yang rasanya sangat menyolok ketika membandingkan Jakarta, atau kota manapun di Indonesia, dengan Stockholm adalah jalannya yang jarang dilalui kendaraan pribadi. Menurut statistik jumlah penduduknya sekitar 10 juta jiwa, sementara jumlah kendaraan bermotornya mencapai setengah juta unit.

Tetapi di jalan raya, moda transportasi yang paling populer adalah bus, kereta bawah tanah, tram, sepeda. Sebagian besar kendaraan umum berjenis hybrid, artinya dioperasikan dengan BBM/gas serta bahan bakar non-fossil seperti biofuel. Sebagian arsitektur kereta bawah tanahnya sangat megah dan indah, favorit turis karena Instagramable.


Sebagai negara yang terdiri dari 30 ribu pulau ukuran sedang sampai mini (betul, lebih banyak dari Indonesia!), tingkat kepemilikan kapal ukuran kecil Swedia adalah yang tertinggi di dunia. Kapalnya pun sebagian berbahan bakar hybrid atau elektrik. Yang terbaru, bahkan snowmobile, motor untuk salju, juga dipasarkan versi elektriknya.

Untuk jarak dekat, warga lokal kemana-mana berjalan kaki dan sebagian bersepeda. Untuk kerja, olahraga maupun jalan-jalan, semua jalan kaki. Mungkin itu sebabnya kenapa orang Swedia nampak sangat fit, banyak bergerak dan aktif. Jarang kelihatan orang dalam kondisi kegemukan (obesitas) di sini.

Kesadaran dan tuntutan hidup sehat ini mungkin yang mendorong maraknya isu lingkungan dan iklim, sebagai topik yang dianggap penting di Swedia. Dalam pemilihan anggota parlemen atau perdana menteri misalnya, kedua isu ini kerap menjadi isu pokok.

Tak heran anak-anak dengan kesadaran lingkungan tinggi, seperti Greta Thurnberg, lahir dan besar di Swedia.

Koleksi Wisata yang Komplet

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER